TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jokowi Kenang Titik Awal Bangun Karier Politik: Modal Trust dan Ndeso

Jokowi klaim sekarang posisi RI dipandang dunia

Presiden Joko "Jokowi" Widodo ketika membuka acara rembuk Seknas Jokowi di Hotel Salak, Bogor pada 16 September 2023. (Dokumentasi Seknas Jokowi)

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengenang kembali awal mula ia membangun karier di dunia politik, yang telah berlangsung lebih dari satu dekade. Ia membeberkan dua modal untuk bisa meraih kekuasaan. Pertama, kepercayaan publik, dan kedua, sikap yang dinilai banyak orang 'ndeso'. 

"Ketika saya masuk ke dunia politik, yang saya bangun tidak ini, ini dan ini. Hanya satu yang saya fokus bangun, yaitu trust atau kepercayaan, sebab itu hal yang sulit. Orang mau mempercayai saya karena memang terlihat timnya bekerja, kabinetnya bekerja," ungkap Jokowi ketika membuka rapat kerja nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/9/2023). 

Selain berhasil memupuk rasa percaya, kata Jokowi, sikapnya yang dianggap orang 'ndeso' juga adalah kunci sukses lainnya. "Mungkin kalau saya pindah ke base modern, mungkin orang gak percaya," tutur mantan Gubernur DKI Jakarta itu. 

Dengan bermodalkan kepercayaan itu, karier politik Jokowi pada masa lalu pelan-pelan merangkak naik. Dimulai dari jabatan Wali Kota Solo. Ia mengaku terpilih menjadi Wali Kota di Solo selama dua periode. 

"Di periode pertama, saya dipilih oleh 37 persen. Lalu, di periode kedua, saya dipilih oleh 91 persen. Jadi, yang namanya membangun trust memang sepert itu," tutur Jokowi. 

Ia pun kembali menegaskan sejak awal membangun karier di politik, hanya satu fokusnya, yaitu meraih kepercayaan. Baik kepercayaan di tingkat nasional maupun di level global. 

Baca Juga: Masih Tersisa 3 Tahun, Jokowi Perlu Sosok Juru Bicara?

1. Jokowi klaim kini posisi Indonesia dipandang dunia lebih positif

Presiden RI Joko Widodo di KTT ke-43 ASEAN. (IDN Times/Sonya Michaella)

Lebih lanjut, Jokowi mengatakan, kesulitan juga ia rasakan ketika pada awal-awal menjadi presiden. Ia curhat ketika hadir di sejumlah acara multilateral seperti KTT ASEAN, KTT G-20, posisi Indonesia tidak tegak berdiri. Kini, kata dia, ia mengaku bisa lebih percaya diri. 

"Sekarang kalau berbaur dengan para pemimpin di ASEAN, G20 hingga APEC, saya minta dan berani mengajukan bargaining posisi, karena saat ini situasi kita lebih baik. Saya minta tempat duduk di sini, di situ saya gak mau. Saya mau posisi foto di sini, di situ gak mau saya," katanya.

Jokowi juga mengaku bisa memilih hadir di acara-acara internasional. Dia mengatakan bila tidak bisa berada di dekat negara tuan rumah yang menyelenggarakan acara, ia enggan hadir. 

"Paling tidak (bisa berdiri) di kanan atau kiri tuan rumah. (Posisinya) agak-agak dekatlah, gitu. Kalau ndak, saya ndak mau datang," tutur dia. 

Berbicara seperti itu, kata Jokowi, karena ingin menunjukkan Indonesia adalah negara besar dan bukan sembarang negara. Jokowi juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia merupakan negara tujuan yang ideal untuk berinvestasi. 

"Karena hidup mati semua negara, adanya di situ, di investasi," ujarnya. 

2. Jokowi kembali singgung proses hilirisasi industri

Presiden Joko “Jokowi” Widodo beri arahan dalam Rakornas BMKG 2022. (dok. YouTube Info BMKG).

Di forum itu, Jokowi juga kembali menyinggung soal hilirisasi industri. Salah satu yang sudah disetop Indonesia untuk ekspor bahan mentah adalah komoditas nikel. Ke depan, kata presiden, aturan serupa juga berlaku untuk komoditas tembaga, bauksit, dan timah. 

"Itu semua kita kirim mentah-mentah. Karena itu, Eropa melalui Uni Eropa ngamuk, kemudian menggugat kita ke WTO (Badan Perdagangan Internasional PBB) ya karena itu. Dulu nilai tambahnya di sana yang berlipat-lipat itu. Sekarang, di sini, gak mau dong, lepas gini saja. Makanya sekarang kita digugat," kata mantan Wali Kota Solo tersebut. 

Melalui proses hilirisasi, kata Jokowi, negara lebih diuntungkan karena bisa mendapat potensi pemasukan tambahan mencapai 33 miliar dolar AS atau Rp510 triliun. Sedangkan bila hanya bahan mentah yang dikirim, kata dia, maka potensi pemasukan bagi negara hanya mencapai Rp30 triliun. 

"Negara itu lompatannya dari situ, sebagai apa? Sebagai penerimaan negara. Gede sekali (perbedaannya). Hampir 17 kali lipat. Masak sekarang masih pilih (untuk ekspor) yang mentah," tutur dia. 

Baca Juga: Jokowi Pastikan HUT ke-79 RI 2024 Digelar di IKN

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya