Komnas HAM: Obstruction of Justice Kasus Brigadir J Pelanggaran HAM
Pelanggaran HAM berat adalah kejahatan ke warga sipil
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J bukan termasuk pelanggaran HAM berat. Hal itu lantaran tak memenuhi unsur pelanggaran HAM berat seperti menyasar warga sipil. Sementara, dalam kasus Brigadir J, tindak kejahatan terjadi antar personel kepolisian.
"Memang bukan pelanggaran HAM berat (pembunuhan Brigadir J). Artinya, tindak pelanggaran HAM berat, bukan didasarkan pada penilaian peristiwa ini telah menyita perhatian publik atau menyangkut jenderal. Gak ada seperti itu. Tetapi, lebih kepada unsurnya seperti sistematis dan meluas, menyasar penduduk sipil," ungkap Beka ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Rabu (31/8/2022).
Kendati, pembunuhan terhadap Brigadir J ada indikasi pelanggaran HAM. Namun, bukan tergolong pelanggaran HAM berat.
"Indikasi (pelanggaran HAM) ada. Yang bagian obstruction of justice itu," tutur dia.
Beka menambahkan Komnas HAM saat ini tengah merampungkan laporan hasil penyelidikan yang akan diserahkan ke Kapolri, Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo. Rencananya laporan tersebut bakal diserahkan ke Sigit pada pekan ini.
Lalu, apa hasil analisis Komnas HAM saat ikut dilibatkan dalam rekonstruksi ulang pembunuhan Brigadir J kemarin?
Baca Juga: Dalam Reka Adegan, Ferdy Sambo Ikut Tembak Brigadir J di TKP
1. Komnas HAM temukan ada tersangka yang sampaikan keterangan berbeda saat rekonstruksi
Sementara, Komisioner Komnas HAM lainnya, Mochammad Choirul Anam, mengatakan dalam rekonstruksi yang berjalan 7,5 jam, terlihat ada perbedaan keterangan dari para tersangka. Dari tayangan live streaming YouTube Polri TV, perbedaan keterangan yang dimaksud, salah satunya ketika proses eksekusi Brigadir J.
Dalam reka adegan terlihat Brigadir J dihabisi di ruang tengah rumah dinas Ferdy Sambo. Sementara, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Richard atau Brigadir RR mengaku menembak Brigadir J karena diperintah mantan Kadiv Propam itu.
Richard mengatakan Sambo ikut menembak Brigadir J. Tetapi, versi Sambo, ia mendekati jenazah Brigadir J dan mengambil senjatanya. Lalu, senjata itu digunakan untuk menembak ke arah dinding rumah dinas agar publik percaya skenario baku tembak yang menewaskan Brigadir J.
"Dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM), rekonstruksi tadi dilaksanakan secara imparsial. Ada beberapa perbedaan antara pengakuan A dengan B, di masing-masing pihak. Tetapi masing-masing pengakuan itu juga diberi kesempatan untuk diuji," ungkap Anam ketika memberikan keterangan pers di depan rumah dinas Sambo, kemarin.
Alhasil, masing-masing pihak, kata Anam, diberi kesempatan melakukan rekonstruksi menurut cara pandangnya. "Menurut kami, ini sebuah proses yang sangat baik dalam konteks HAM. Proses ini juga sesuai prinsip-prinsip fair trial. Sehingga, semua pihak yang memiliki kepentingan untuk pembelaan dirinya, punya kesempatan yang seluas-luasnya," tutur dia.
Anam berharap mekanisme itu juga diterapkan tak hanya di kasus yang melibatkan Sambo, namun turut diimplementasikan di kasus tindak pidana lainnya.
Baca Juga: Komnas HAM Akan Serahkan Laporan Kasus Kematian Brigadir J ke Kapolri