TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Komunitas Anti-KKN Minta Kerelaan Jokowi Mundur dari Kursi Presiden

Perilaku Jokowi sudah dinilai terlalu jauh merusak demokrasi

Budayawan Eros Djarot di Gedung Gerakan Bhinneka Nasionalis. (IDN Times/Santi Dewi)

Jakarta, IDN Times - Tokoh politik, budayawan dan mahasiswa yang menamakan diri Komunitas Anti KKN dan Politik Dinasti (KOMAD) mewanti-wanti Presiden Joko "Jokowi" Widodo sebagai kepala negara untuk berhenti cawe-cawe jelang pemilu 2024. Sebagai presiden, Jokowi dinilai wajib mengembalikan prinsip etika dan moral di tempat terhormat serta tertinggi sebagai pijakan politik kenegaraan.

Pernyataan itu disampaikan oleh KOMAD lantaran melihat gelagat Jokowi yang tak jua menjaga netralitas jelang pemungutan suara 14 Februari 2024. Ia justru terus menggelontorkan bantuan sosial (bansos) secara langsung kepada warga yang tidak mampu. 

"Jika presiden tidak mampu melakukan itu (berhenti cawe-cawe), maka demi kebaikan semua pihak serta demi keutuhan bangsa dan negara, kami komunitas Anti-KKN dan Politik Dinasti (KOMAD) menuntut kerelaan Jokowi untuk mengundurkan diri sebagai Presiden RI," demikian pernyataan tertulis yang dibacakan di Gedung Gerakan Bhinneka Nasionalis, Jakarta Pusat pada Rabu (7/2/2024). 

Mereka ingin pemilu 2024 dapat berjalan secara jujur, adil, demokratis dan bermartabat. KOMAD menilai mantan Gubernur DKI Jakarta itu sulit menjaga netralitasnya lantaran putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka ikut kontestasi politik tahun ini. 

"Jokowi selaku kepala pemerintahan dan kepala negara seharusnya memfasilitasi proses pergantian kekuasaan melalui pemilu yang terselenggara secara jujur, adil, demokratis dan bermartabat," tutur mereka. 

1. Jokowi dinilai malah jadi pendukung salah satu paslon di pemilu 2024

Kedatangan Presiden RI Jokowi disambut meriah oleh 4.000 nasabah PNM Mekaar yang berkumpul di Lapangan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara, pada Rabu (7/2/2024). (dok. PNM)

Beberapa tokoh yang terlihat di dalam pernyataan oleh KOMAD antara lain budayawan Eros Djarot, Deputi Bidang Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis hingga Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada (UGM), Gielbran Muhammad Noor. 

KOMAD juga menilai Jokowi malah berperan aktif menjadi promotor dan pendukung salah satu paslon. "Bahkan, dengan segala cara Jokowi berusaha memenangkan salah satu paslon karena didorong nafsu kekuasaan untuk membangun dinasti politik keluarga," kata mereka. 

Di dalam pemilu 2024, Gibran menjadi cawapres untuk Prabowo Subianto. Padahal, di 2019 lalu, Prabowo merupakan lawan politiknya. 

Lebih lanjut, Jokowi yang bisa maju jadi presiden berkat Gerakan Reformasi 1998, kini malah mengkhianati cita-cita dan tujuan reformasi. Salah satu amanat dan cita-cita reformasi adalah menjadikan Indonesia sebagai negara yang demokratis serta bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). 

"Tetapi, amanat dan cita-cita Reformasi 98 telah diabaikan oleh Jokowi. Sehingga, KKN dan mafia hukum justru semakin tumbuh subur di berbagai sendi penyelenggara negara," katanya lagi. 

Baca Juga: Busyro Muqoddas Minta Jokowi Perintahkan Gibran Mundur dari Pemilu

2. Todung Mulya Lubis dorong Jokowi bisa diadili

Deputi Bidang Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis. (IDN Times/Santi Dewi)

Sementara, advokat senior Todung Mulya Lubis membuka peluang agar presiden di Indonesia bisa diadili lantaran diduga telah melakukan tindak kejahatan. Pria yang juga menjadi Deputi Bidang Hukum TPN Ganjar-Mahfud itu mengambil contoh preseden yang terjadi di Korea Selatan. Dua eks Presiden Korsel bisa dibui lantaran terbukti bersalah di persidangan. 

"Di Malaysia, satu eks Perdana Menteri sudah diadili karena kasus korupsi. Di Mesir, pengadilan itu juga sudah dilakukan walaupun ada grasi yang diberikan. Indonesia sebagai negara yang mengaku negara hukum, tidak punya pilihan lain untuk mengadili siapapun yang melakukan tindak kejahatan," ujar Todung. 

Ia menambahkan bila presiden terbukti berbuat kejahatan dan ketidakadilan maka harus diadili. "Tidak ada bedanya presiden dengan tukang becak hingga penjual bakso. Ini lah yang ingin kita tegakan bersama-sama," katanya. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya