Luhut Disebut Prime Minister, Politikus PPP: Sering Bicara Nontupoksi
Jubir bantah Luhut punya kekuatan politik yang kuat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi angkat bicara soal sindiran pada Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan. Ketua Badan Pemenangan Pemilu di PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto, sebelumnya menyebut Luhut sebagai "prime minister" di pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo.
Pria yang akrab disapa Awiek itu tak menepis persepsi tersebut. Apalagi akhir-akhir ini, Luhut kerap kali berbicara isu yang di luar tupoksinya sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi. Salah satunya, ia terang-terangan ikut mengampanyekan wacana agar masa jabatan presiden diperpanjang hingga 2027.
"Sebenarnya dengan jabatannya sebagai Menko, wah dia kan sudah dianggap memiliki kekuatan lebih dibandingkan menteri yang lain. Ya, dari aspek itu saja sudah benar," ungkap Awiek kepada media di Jakarta pada Jumat, 8 April 2022.
"Tetapi, yang menjadikannya kemudian dipersepsikan demikian, karena mungkin Pak Luhut sering berbicara yang dianggap di luar konteks dan tupoksi pekerjaannya," sambungnya.
Ia menilai sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut tak sepatutnya berbicara mengenai isu penundaan pemilu dan big data adanya dukungan agar Jokowi menjabat lebih dari 10 tahun.
"Jadi, orang melihatnya punya kewenangan lebih karena sering bicara di luar tupoksinya," tutur Awiek.
Apa respons pihak Luhut ketika dijuluki prime minister oleh para politikus di Senayan?
Baca Juga: Bambang Pacul PDIP Singgung Posisi Luhut: Prime Minister, Bos
1. PKS menilai presiden biarkan Luhut bertindak di luar tupoksi
Pernyataan Awiek turut diamini Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera. Menurutnya, julukan yang kini melekat pada Luhut juga disebabkan sikap diam Presiden Jokowi.
Apalagi, Jokowi kerap menyebut tidak ada yang namanya visi misi menteri. Yang ada hanya visi misi presiden.
"Ini kan jadinya tidak sehat. Dalam sistem pemerintahan presidensial, kekuasaan mutlak di tangan presiden," kata Mardani kepada media di Jakarta, Jumat, 8 April 2022.
Ia menambahkan masing-masing kementerian telah memiliki tupoksi, dan sebaiknya fokus dengan tugas yang diemban. Justru menteri yang terlalu banyak terlibat di berbagai urusan, bisa merusak ritme kerja.
Editor’s picks
"Adanya satu menteri yang terlihat masuk ke banyak kementerian justru bisa merusak ritme kerja dan solidaritas," tutur Mardani.
Baca Juga: Sederet Tugas Tambahan buat Luhut di Kabinet, Apakah Wajar?