TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mahfud: Kelompok Ferdy Sambo Sudah Mirip Kerajaan Sendiri di Polri

Geng Sambo menghalangi penyidikan kematian Brigadir J

IDN Times/Galih Persiana

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan Irjen (Pol) Ferdy Sambo memiliki pendukung cukup banyak di Polri. Bahkan, sudah mirip kerajaan di institusi Bhayangkara tersebut. Hal itu terbukti dari 36 orang yang diduga kuat melanggar kode untuk menghalangi proses penyidikan kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. 

"Kelompok Sambo sendiri yang seperti menjadi kerajaan Polri di dalam. Seperti sub Mabes (Polri) yang sangat berkuasa. Kelompok ini yang jumlahnya 36 orang itu yang menghalang-halangi (penyidikan)," ungkap Mahfud ketika berbicara di program siniar Akbar Faizal yang tayang di YouTube pada Rabu, 17 Agustus 2022. 

Mahfud menjelaskan dalam kasus pembunuhan Brigadir J ada tiga klaster individu yang terlibat. Klaster pertama, adalah pelaku yang merencanakan dan mengeksekusi langsung.

"Orang-orang di klaster ini yang kena pasal pembunuhan berencana. Mereka ikut melakukan, merencanakan, dan memberi pengamanan di situ," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Klaster kedua, lanjut Mahfud, individu yang menghalangi proses penyidikan atau obstruction of justice. "Dia tidak terlibat pembunuhan. Tetapi, karena merasa Sambo (terlibat), maka orang-orang ini bekerja untuk melakukan obstruction of justice. Mulai dari membuang barang (bukti), memberikan keterangan palsu, mengganti barang bukti, mengganti kunci, memanipulasi hasil autopsi, memberikan rilis palsu, dan macam-macam," tutur dia. 

Mahfud menilai individu yang masuk dalam klaster pertama dan kedua wajib dikenakan hukuman pidana. Di sisi lain, ada pula individu yang masuk dalam klaster ketiga. Mereka dianggap hanya ikut-ikutan.

"Orang-orang ini kebetulan sedang jaga di situ, terus di situ ada laporan, lalu ia teruskan. Padahal, itu laporannya gak benar. Prosedurnya tetap dijalankan. Diperintahkan ke sana jalan, suruh buat ini dan diketik, diketik. Nah, itu bagian dari pelanggaran kode etik," katanya. 

Mahfud mengatakan bagi individu yang masuk dalam klaster ketiga tak perlu dijatuhkan hukuman pidana. Mereka hanya perlu dijatuhkan sanksi karena melanggar kode etik. 

Lalu, apa yang dilakukan Polri untuk mempermudah pengusutan kasus pembunuhan berencana Brigadir J?

Baca Juga: Timsus Polri Siap Umumkan Nasib Istri Irjen Ferdy Sambo Jumat Besok

Baca Juga: Terungkap, Ada Rapat di Polda Metro agar Istri Ferdy Sambo Dilindungi

1. Polri bedol desa semua personel polisi yang loyal ke Ferdy Sambo

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Irjen Ferdy Sambo (humas.polri.go.id)

Mahfud pun mengakui untuk mengungkap para tersangka pembunuh Brigadir J tidak mudah. Tim khusus bentukan Kapolri sulit menemukan barang bukti agar dapat membuktikan Brigadir J tewas akibat dibunuh, bukan baku tembak dengan Bharada Richard Eliezer. 

"Karena di sana kan banyak faksi-faksi. Dalam kasus ini ada political barrier, ada isu psiko struktural dan hambatan struktural," ujarnya. 

Akhirnya, Mahfud pun sempat memanggil Ketua Harian Kompolnas, Irjen (Pol) Purn Benny J Mamoto. Benny melaporkan kasus pembunuhan Brigadir J terancam tidak selesai karena banyak pihak yang menghambat. 

"Setiap kali akan dilakukan pemeriksaan ada yang menghalangi, barang bukti dihilangkan. Saya tanya siapa yang melakukan itu, dijawab Pak Benny ya kelompok (pendukung) Pak Sambo itu," tutur dia. 

Mahfud pun akhirnya mengusulkan agar semua pihak kepolisian yang menghalangi proses penyidikan dipindahkan. Rekomendasi Menko Polhukam itu diikuti Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo. 

"Akhirnya, terjadi peristiwa pemindahan kemarin. Sambo ditahan dan pada waktu itu 25 orang dipindah dari Div Propam. Kan dimulai dari sana, proses penyidikan berjalan lancar. Semua barang bukti satu demi satu ketemu," katanya. 

Baca Juga: Timsus Polri Siap Umumkan Nasib Istri Irjen Ferdy Sambo Jumat Besok

2. Jokowi sempat marah ketika di awal pengusutan kasus kematian Brigadir J berjalan lambat

Presiden Joko “Jokowi” Widodo memberi arahan dalam Rakornas BMKG 2022. (dok. YouTube Info BMKG).

Lebih lanjut, Mahfud menceritakan kembali ketika kali pertama mencoba melaporkan kasus pembunuhan ajudan Sambo ke Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Ia mengaku berkomunikasi lewat Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung. 

"Pak Presiden waktu itu dibilang Mas Pram sangat tegas dan marah betul kenapa (pengusutan) kasusnya berjalan lama," kata Mahfud, menirukan pernyataan Pramono. 

Lalu, ketika akhirnya Mahfud bertemu langsung, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menitipkan pesan khusus. Presiden meminta kepada Mahfud agar pengusutan kasus pembunuhan Brigadir J cepat dituntaskan agar tak menimbulkan spekulasi dan isu liar. 

Puncaknya, ketika Ferdy Sambo hendak diumumkan menjadi tersangka. Mahfud mendengar sejumlah personel Polri yang sehari-hari bertugas di daerah tiba-tiba berada di Jakarta. Mereka ingin mengawal Sambo.

"Mereka rupanya datang untuk menghapus dan menghalang-halangi penyidikan. Sehingga, agak lama prosesnya," tutur dia. 

Alhasil, Jokowi memanggil Jenderal Sigit ke Istana pada 8 Agustus 2022. Ketika itu, jumlah tersangka yang diumumkan ke publik baru dua, yakni Bharada Richard Eliezer (Bharada E) dan Bripka Ricky. 

"Pak Presiden berpesan kepada Kapolri agar secepatnya diselesaikan," katanya. 

Mantan Wali Kota Solo itu berpesan kepada Mahfud bahwa ia percaya terhadap kemampuan Sigit sebagai Kapolri. 

"Pak Presiden mengatakan yakin Pak Kapolri bisa menyelesaikan. Tapi, Pak Presiden minta jangan lama-lama dan segera diumumkan (tersangka baru)," ujarnya. 

Baca Juga: Mahfud: Bila Hukuman Bui Ferdy Sambo di Bawah 15 Tahun, Itu Tak Adil

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya