Mahfud: Pemerintah Perkarakan Satelit Kemenhan Berdasarkan Audit BPKP
Anggota komisi I pertanyakan di mana dugaan korupsinya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD mengatakan akhirnya memperkarakan penyewaan satelit komunikasi pertahanan di Kementerian Pertahanan, berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit yang dilakukan pun, kata Mahfud, bukan audit biasa, melainkan Audit Tujuan Tertentu (ATT).
"Hasilnya ditemukan, terjadinya pelanggaran ketentuan perundang-undangan yang kemudian merugikan keuangan negara dan berpotensi akan terus merugikan keuangan negara," ungkap Mahfud ketika memberikan keterangan pers dan dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam pada Senin (17/1/2022).
Ia memberikan contoh, Pemerintah Indonesia telah membayar gugatan ke PT Avanti Communications Limited sebesar Rp515 miliar pada 2019 lalu. Pembayaran itu dilakukan lantaran pemerintah kalah dalam gugatan di Pengadilan Arbitrase London, Inggris.
Menurut Mahfud, PT Avanti menggugat pemerintah lantaran tidak membayarkan secara penuh biaya penyewaan satelit seperti yang telah disepakati di dalam kontrak perjanjian. Kemudian, pemerintah kembali kalah ketika menghadapi gugatan oleh PT Navayo di Pengadilan Arbitrase di Singapura.
Dalam putusan yang dijatuhkan pada Mei 2021 lalu, Pemerintah Indonesia diwajibkan membayar US$21 juta atau setara Rp304 miliar. PT Navayo dan PT Avanti adalah dua perusahaan berbeda yang dikontrak oleh Kemenhan untuk penyewaan satelit komunikasi pertahanan.
Satelit komunikasi itu digunakan untuk mengganti Satelit Garuda 1 yang sudah keluar dari jalur orbit yakni di orbit 123 Bujur Timur (BT). Proyek pengisian satelit yang seharusnya dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika tiba-tiba dialihkan ke Kemenhan.
Mahfud menegaskan langkah untuk membawa ke jalur hukum soal proyek pengelolaan satelit komunikasi pertahanan ini bukan untuk menarget pihak tertentu. Apalagi, katanya ditemukan sejumlah dugaan pelanggaran hukum lainnya. Apa saja itu?
Baca Juga: Ini Alasan Mahfud MD Buka Kasus Proyek Satelit Kemhan Januari 2022
Baca Juga: Sengkarut Proyek Satelit Kemenhan yang Rugikan Negara Ratusan Miliar
1. Kemenhan tetap teken kontrak penyewaan satelit meski belum ada anggaran
Mahfud menjelaskan salah satu dugaan pelanggaran hukum terjadi lantaran Kemenhan tetap meneken kontrak meski anggarannya belum tersedia. "Berdasarkan kontrak yang belum ada anggarannya itu, jelas itu melanggar prosedur," ungkap Mahfud.
Dugaan pelanggaran hukum lainnya terjadi ketika penyediaan barang penyewaan satelit dengan Navayo yang tidak sesuai dengan dokumen Certificate of Performance, tetapi barang tersebut tetap diterima dan diteken oleh pejabat Kemenhan pada periode 2016-2017.
"Barang dari PT Navayo juga diduga selundupan karena tidak ditemukan dokumen pemberitahun impor barang di bea cukai. Sedangkan, barang yang ditemukan dengan dokumen hanya bernilai sekitar Rp1,9 miliar atau sekitar US$123 ribu," kata pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Ia menambahkan sebelum akhirnya memperkarakan secara hukum dan diusut oleh Kejaksaan Agung, Kemenko Polhukam sudah membahasnya dengan berbagai pihak. Termasuk dengan TNI, Kemenhan dan bahkan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Mahfud menyebut Jokowi telah memberikan restu agar kasus pengelolaan satelit itu diusut secara hukum.
"Pembahasan ini tidak hanya dilakukan sekali, tetapi berkali-kali hingga akhirnya bulat memutuskan membawa perkara itu ke ranah hukum," tutur dia lagi.
Editor’s picks
Baca Juga: Andika Ungkap Dugaan Prajurit TNI Terlibat Proyek Satelit Kemenhan