TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Migrant CARE Desak Bawaslu Cek Pelanggaran Surat Suara di Taipei

Surat suara dikirimkan ke WNI lebih awal dari jadwal KPU

Surat suara yang digunakan dalam simulasi coblosan terdiri dari 5 warna, Minggu 24/12/2023).(IDN Times/Cokie Sutrisno).

Jakarta, IDN Times - Organisasi yang fokus terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI), Migrant CARE menyentil sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terlihat tidak memberikan perhatian lebih serius terhadap insiden pengiriman surat suara lebih awal di Taipei. Total ada 31.276 lembar surat suara yang sudah dikirimkan lebih dulu oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) kepada WNI di Taipei. Pengiriman dilakukan di dua waktu yang berbeda yaitu 929 lembar pada 18 Desember 2023 dan 30.347 lembar pada 25 Desember 2023 lalu. 

Padahal, sesuai Peraturan KPU, surat suara itu seharusnya baru bisa didistribusikan pada periode 2-11 Januari 2024.

"Ini jelas adalah bentuk ketidaktaatan dan keteledoran PPLN Taipei. Tetapi, penjelasan KPU RI mengenai peredaran amplop berisi surat suara di pemilu 2024 Taipei masih sangat normatif dan prosedural," ujar Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo di dalam keterangan tertulis pada Rabu (27/12/2023). 

Ia menambahkan peristiwa semacam itu bisa menimbulkan ketidakpastian di kalangan calon pemilih pemilu Indonesia di Taipei dan negara-negara lainnya. Sebab, sebagian besar calon pemilih pemilu Indonesia di luar negeri adalah pekerja migran. 

"Situasi dan kondisi ini juga memperlihatkan bahwa penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu Indonesia di luar negeri masih dilakukan secara asal-asalan, sembrono dan tidak profesional," kata dia. 

1. Migrant CARE desak Bawaslu turun tangan lakukan investigasi ke PPLN Taipei

Temuan pengiriman surat suara dari PPLN KDEI Taipei kepada calon pemilih pemilu. (Dokumentasi Istimewa)

Wahyu mendesak agar Bawaslu RI turun tangan melakukan pengawasan dan investigasi pada kasus di Taipei. Sebab, hal tersebut jelas merupakan pelanggaran pemilu karena PPLN telah bertindak mendahului jadwal yang telah ditetapkan. 

"Penegakan hukum harus dilakukan untuk memulihkan kepercayaan calon pemilih pemilu RI di luar negeri," kata dia. 

Ia menambahkan, Migrant CARE sudah lama merekomendasikan adanya evaluasi terhadap pelaksanaan pemungutan suara melalui metode pos atau surat dalam pemilu Indonesia di luar negeri.

"Berdasarkan pemantauan pemilu Indonesia di luar negeri tahun 2009, 2014, dan 2018, pemungutan suara melalui metode pos adalah metode pemungutan suara yang tidak bisa menjamin kerahasiaan. Selain itu, tidak bisa diawasi dan dipantau alur distribusi tahapannya. Tidak ada pula metode atau instrumen khusus untuk mengawasi dan memantaunya," tutur Wahyu. 

Alhasil, kata dia, metode tersebut sangat berpotensi menimbulkan kecurangan. Bahkan, menurut Bawaslu RI, metode pemungutan suara melalui pos atau surat adalah salah satu pemicu kerawanan pemilu Indonesia di luar negeri. 

Baca Juga: Tim Hukum AMIN: Dugaan Penggelapan Pajak Indra Charismiadji Rp1,1 M

2. Perludem minta PPLN di Taipei dijatuhi sanksi

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini. (IDNTimes/Melani Putri)

Informasi surat suara di Taipei yang dikirimkan prematur dari jadwal terkuak karena unggahan WNI di media sosial. Pengguna akun TikTok tersebut menggambarkan bahwa ia sudah mendapatkan surat suara pemilu untuk dicoblos. 

Sementara, menurut anggota dewan pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mendesak agar KPU menjatuhkan sanksi bagi PPLN di Taipei.

"Menurut saya harus ada sanksi terhadap PPLN yang kemudian abai di dalam memahami aturan main. Karena aturan main itu kan prinsip di dalam penyelenggaraan pemilu kita, terutama soal kepastian hukum, profesionalitas, tertib hukum, hingga akuntabilitas. Karena yang mereka kelola selain keuangan negara juga kepercayaan publik," ujar Titi kepada media di Jakarta pada Rabu kemarin. 

Ia berharap KPU tidak hanya berhenti pada evaluasi peristiwa pengiriman surat suara secara prematur di Taipei. "Karena ini kan tidak sesuai ya dengan Peraturan KPU nomor 25 tahun 2023," tutur dia. 

Evaluasi kedua yang perlu dilakukan, menurut Titi, yakni terhadap panitia pengawas pemilu. Ia pun mempertanyakan mengapa logistik bisa dikirim di luar periode 2-11 Januari 2024.

"Apakah ini murni karena tidak ada pengawasan dari Panwaslu luar negeri? Atau apakah Panwaslu luar negerinya tidak punya pemahaman yang sama baiknya. Atau jangan-jangan tidak ada akses. Konfirmasi ini harus diberikan oleh jajaran Bawaslu," katanya. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya