TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mural Kritik Dihapus Aparat, Demokrat: Ini Bukan Negeri Otoriter

"Bukan malah diredam atau ditutup-tutupi."

Mural 404 Not Found di Baru Ceper Tangerang. (Facebook.com/Djono W Oesman)

Jakarta, IDN Times - Partai Demokrat menilai Presiden Joko "Jokowi" Widodo seharusnya menginstruksikan Kapolri agar pengejaran terhadap pembuat mural berisi kritikan kepada pemerintah tak perlu dilanjutkan. 

"Seharusnya pemerintah menerima mural itu sebagai masukan dan menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang membuatnya. Bukan malah dihapus lalu pelakunya dikejar," kata Anggota Komisi III DPR, Benny K. Harman, ketika dihubungi, Kamis (19/8/2021).

Benny mengatakan pengejaran terhadap pelaku mural menunjukkan jika Jokowi tidak konsisten terhadap pidato kenegaraan yang ia sampaikan pada 16 Agustus 2021 di Gedung DPR. Saat itu, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mengatakan tidak anti terhadap kritik. Malah, ia bersikap terbuka terhadap kritik yang membangun. 

"Ini kan bukti, pidato Presiden Jokowi di sidang tahunan bahwa pemerintah tidak antikritik malah tidak dijalankan oleh aparatur negara di bawahnya," katanya.

Baca Juga: Deretan Mural Kritik Pemerintah Berujung Dihapus Aparat

1. KSP ingatkan agar tak sembarangan menggambar, presiden adalah orang tua

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mendukung aparat penegak hukum memburu pembuat mural berisi kritik. Pembuat mural yang dicari adalah pembuat tulisan "Jokowi 404: Not Found" di Batuceper, Tangerang, Banten. 

Mantan Panglima TNI itu mengatakan penghapusan mural tak menandakan pemerintah anti terhadap kritik. Tetapi, ada tata krama bila ingin menyampaikan kritik. 

"Jadi, kalau mengkritik sesuatu, ya beradab, (ada) tata krama, ukuran-ukuran culture kita itu supaya dikedepankan. Bukan hanya selalu berbicara antikritik, antikritik. Cobalah lihat cara-cara mengkritiknya itu,” ujar Moeldoko ketika memberikan keterangan pers pada 18 Agustus 2021. 

Moeldoko mengatakan di ruang publik kini sudah tidak lagi bisa dibedakan mana kritik dan fitnah. Situasi itu bertambah keruh karena adanya pernyataan dari tokoh-tokoh publik lainnya. 

"Sering kan setelah mengatakan itu, lalu minta maaf. Ini apa bangsa ini? Berbuat sesuatu, ada tindakan, minta maaf. Ini sungguh sangat tidak baik. Mestinya bangsa yang pandai adalah bangsa yang berpikir dulu sebelum bertindak sesuatu," kata dia lagi. 

2. Pemanggilan terhadap pengkritik belum tentu represif

Ilustrasi Garis Polisi (IDN Times/Arief Rahmat)

Moeldoko menilai bila polisi melakukan pemanggilan terhadap orang yang menyampaikan kritik maka pemanggilan tersebut tak lantas bisa disebut sebagai tindakan represif terhadap warga sipil. Ia mengatakan publik belum mengetahui keseluruhan permasalahan sehingga diimbau agar tidak buru-buru mengambil kesimpulan. 

"Jadi, jangan dijustifikasi represif dan seterusnya. Ini kan sekarang kita melihat hanya kulitnya, bukan dalamnya," ungkap Moeldoko. 

Moeldoko juga mengingatkan presiden adalah orang tua bangsa Indonesia. Sehingga, publik harus menghormati dan tak sembarangan menyampaikan kritik.

“Jadi, jangan sembarangan berbicara, jangan sembarangan menyatakan sesuatu dalam bentuk kalimat atau dalam bentuk gambar,” kata dia lagi. 

Baca Juga: Mural Berisi Kritik ke Jokowi Dihapus, Moeldoko: Kritik Harus Beradab

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya