TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

OTT Dinilai Mendagri Tito Bukan Prestasi Hebat, KPK: Tapi Tetap Perlu

KPK menyentil Kemendagri agar aktif cegah korupsi

(Mantan Juru bicara KPK, Febri Diansyah) ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru menyentil balik Kementerian Dalam Negeri yang menyebut Operasi Tangkap Tangan (OTT) bukan lah suatu prestasi hebat yang pernah mereka lakukan. Hal itu lantaran Kemendagri tidak ikut membenahi sistem bagi para kepala daerah agar tak lagi korupsi usai tertangkap dalam operasi senyap. 

Berdasarkan data yang dimiliki oleh komisi antirasuah, pada 2018 lalu KPK mencetak rekor OTT tertinggi sepanjang sejarah yakni sebanyak 30 buah, di mana sebanyak 22 di antaranya menyasar kepala daerah. Sedangkan, pada 2019, dari 21 OTT yang digelar, sebanyak 9 kepala daerah di dantaranya tertangkap dalam operasi senyap. 

"Fenomena korupsi kepala daerah ini seharusnya bisa kita sikapi bersama dengan melakukan upaya-upaya pembenahan sistem secara serius, termasuk menjadi tugas Kementerian Dalam Negeri untuk bisa berperan secara aktif untuk bersama-sama melakukan tindak pencegahan korupsi," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di gedung Merah Putih pada Senin malam (18/11). 

Tujuannya, supaya publik tidak jadi korban dari biaya demokrasi yang mahal melalui pemilihan kepala daerah langsung. Lalu, apa yang bisa ditawarkan oleh KPK untuk mencegah terjadinya korupsi terhadap kepala daerah?

Baca Juga: KPK Telah Gelar 21 OTT KPK Sebelum UU Baru Berlaku 

1. KPK menawarkan tiga strategi pencegahan korupsi bagi kepala daerah

IDN Times/Arief Rahmat

Menurut Febri, KPK telah menerapkan tiga hal yakni pertama, menggagas program koordinasi dan supervisi pencegahan di seluruh daerah, kedua, mengusulkan agar APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah), dan ketiga mencegah di sektor politik, termasuk pendanaan politik. 

"Upaya pencegahan itu dilakukan, selain agar risiko korupsi bisa lebih ditekan, KPK juga berharap masyarakat lebih menikmati anggaran yang dialokasikan ke daerah. Selain itu, yang paling penting, agar biaya proses demokrasi yang tidak murah ini, tidak justru menghasilkan korupsi yang akibatnya bisa jauh lebih buruk pada masyarakat," kata Febri semalam. 

Komisi antirasuah, ujar Febri lagi, berharap Kemendagri bisa secara serius menjadi mitra yang kuat untuk mencegah korupsi di daerah. 

2. KPK sudah memproses lebih dari 120 kepala sejak tahun 2002

Ilustrasi borgol (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Febri, dengan adanya OTT terhadap kepala daerah justru memberikan gambaran kepada publik bahwa situasi di sana tidak dalam kondisi baik-baik saja. Justru sering kali ada kebocoran anggaran atau kepala daerah menerima suap untuk memuluskan perizinan tertentu.

Mantan aktivis antikorupsi itu menyebut sejak tahun 2002 lalu, KPK telah menangkap 120 kepala daerah. Namun, hanya 49 atau setara 40,83 persen yang diproses melalui operasi senyap. 

"Jadi, yang perlu dipastikan adalah agar korupsi tidak terjadi, karena di mana pun biaya kontestasi pasti tidak sedikit. Apakah itu kontestasi di daerah atau di tingkat pusat. Seharusnya poin yang digaris bawahi yakni mencegah tindak pidana korupsinya," tutur Febri. 

Baca Juga: Ongkos Jadi Bupati Rp30 M, Tito: Pilkada Langsung Harus Dievaluasi 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya