TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemerintah Beri Sinyal Jumlah Cuti Bersama Tahun 2021 akan Dipangkas

Hari libur dikurangi untuk cegah melonjaknya kasus COVID-19

Menko PMK Muhadjir Effendy (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah memastikan akan mengurangi jumlah cuti bersama pada 2021. Dokumen Surat Keputusan Bersama (SKB) yang sebelumnya diteken tiga menteri, jumlah cuti bersama dan libur nasional pada 2021 berjumlah 23 hari. 

"Insyaallah minggu depan kita evaluasi, kemungkinan besar kita kurangi cuti bersamanya," ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, dalam keterangan tertulis pada Rabu (17/2/2021).

Namun ia belum memastikan berapa hari dari jadwal cuti bersama yang dihapus. Keputusan tersebut baru diketahui usai digelar rapat bersama pada pekan depan. Apa alasan pemerintah akan mengurangi jumlah hari libur pada 2021?

Baca Juga: Ini Jadwal Libur Nasional dan Cuti Bersama di 2021

1. Pemerintah ingin menekan kenaikan kasus COVID-19 yang muncul usai liburan

Ilustrasi pemakaman pasien positif COVID-19. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Menurut Muhadjir, salah satu alasan mengapa pemerintah memilih melakukan evaluasi terhadap jumlah cuti dan libur bersama pada 2021 untuk mencegah lonjakan kasus COVID-19. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, usai libur panjang akan terjadi lonjakan kasus COVID-19 berkisar 30-40 persen. 

"Ada kecenderungan begitu (kasus COVID-19 meningkat). Jadi, setiap ada libur panjang ada kenaikan kasus, walaupun itu bukan variabel tunggal. Ada banyak faktor lainnya juga," kata Muhadjir.

Wacana evaluasi cuti dan libur bersama sepanjang 2021 sudah disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo. Ia mengusulkan libur hari Idulfitri 1442 Hijriah hingga tahun baru 2022 diperpendek. Tjahjo tak ingin terjadi penambahan kasus ketika musim libur tiba. 

"Nanti, kita bicara dulu dengan kementerian terkait. Ada Menpan RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi), ada Menaker (Menteri Ketenagakerjaan) ada Menag (Menteri Agama). Terutama yang berkaitan dengan libur keagamaan," ujarnya lagi. 

2. Positivity rate di Indonesia menembus 38,34 persen

Budi Gunadi Sadikin (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Pandemik COVID-19 masih jauh dari kata terkendali. Meskipun periode vaksinasi massal sudah dimulai sejak 13 Januari 2021 lalu. 

Sebagai contoh angka positivity rate di Indonesia tergolong sangat tinggi. Dikutip dari data Satgas Penanganan COVID-19, pada Selasa, 16 Februari 2021, angkanya menembus 38,34 persen. Ini merupakan rekor positivity rate kasus harian tertinggi sepanjang setahun pandemik. 

Hal itu terjadi usai warga menjalani libur panjang Imlek. Positivity rate didapatkan dari jumlah kasus harian COVID-19 dibagi dengan jumlah pemeriksaan harian dan dikalikan 100.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS), hal itu terjadi bukan karena terjadi kenaikan kasus harian yang signifikan. Salah satu hipotesa BGS lantaran banyak data dari hasil tes swab PCR bila diperoleh negatif tidak langsung dikirim ke sistem di pusat. Ia mengatakan hal itu bisa terjadi, karena jumlah data yang terlalu banyak. 

"Lalu user interface memasukkan ke sistem aplikasi kita masih rumit. Maka itu mengakibatkan banyak laboratorium yang memasukkan data hasil pemeriksaan yang positif dulu," ungkap Budi ketika memberikan keterangan pers pada siang tadi. 

Sementara, hipotesa kedua, ada kemungkinan jumlah tes COVID-19 masih kurang. Sedangkan, jumlah kasus positif COVID-19 di masyarakat sebenarnya masih banyak. Untuk memastikan hal itu, Kemenkes akan meningkatkan tes rapid antigen.

"Agar kita bisa lebih cepat dan lebih banyak mendeteksi kasus positif," kata mantan Wakil Menteri BUMN itu. 

Baca Juga: Deretan Merek untuk Vaksin Mandiri COVID-19: Moderna hingga Sputnik V

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya