TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Peneliti Vaksin Nusantara Akan Coret Relawan yang Sudah Divaksinasi

"Yang diikutkan hanya yang tak punya antibodi COVID-19"

Ilustrasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Peneliti utama vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Subroto, Kolonel CKM dr Jonny, mengatakan akan mencoret relawan yang sudah memiliki rekam jejak sudah divaksinasi COVID-19. Ia menyeleksi anggota DPR dan mantan pejabat publik yang datang ke RSPAD Gatot Subroto untuk menjadi relawan. 

"Maka, bila (di dalam tubuh) anggota dewan yang terhormat ada immunoglobulin g-nya tetap akan kami exclude," ungkap Jonny ketika berbicara di program "Rosi" di Kompas TV, Kamis (15/4/2021) malam.

"Karena tidak memenuhi kriteria penelitian. Yang kami ikutkan adalah yang belum imunitas terhadap COVID-19," tuturnya.

Ia menjelaskan keputusan itu sesuai dengan syarat penelitian pengembangan vaksin Nusantara, tidak boleh ada individu yang sudah memiliki antibodi COVID-19. Jonny menjelaskan proses yang terjadi pada Rabu (14/4/2021) bukan penyuntikan vaksin Nusantara, melainkan proses seleksi calon relawan yang dijadikan objek penelitian. 

Jonny mengatakan, bagi individu yang sesuai kriteria, maka tahapan selanjutnya yaitu darahnya diambil dan disuntikan kembali ke tubuh mereka di hari kedelapan.

Apakah pengembangan vaksin Nusantara dengan teknologi sel dendritik ini bisa dikembangkan untuk program vaksinasi massal?

Baca Juga: Abaikan Rekomendasi BPOM, Terawan Tetap Lanjutkan Vaksin Nusantara

1. Peneliti di RSPAD Gatot Subroto fokus membuktikan vaksin Nusantara bermanfaat

RSPAD Gatot Soebroto Jakarta (IDN Times/Vamela Aurina)

Di dalam program itu, Jonny mengatakan pihaknya belum terpikir vaksin Nusantara bisa masuk dalam program vaksinasi massal atau tidak, seperti CoronaVac dari Sinovac serta vaksin buata AstraZeneca. Meski, secara teori, bisa saja hal itu dilakukan.

Ia mengungkapkan saat ini fokusnya, melalui penelitian yang tak direstui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yaitu vaksin Nusantara terbukti memberikan manfaat melawan COVID-19. 

"Soal diproduksi (vaksin Nusantara) diproduksi massal atau tidak, itu tergantung fasilitas yang ada. Bila fasilitasnya diperbanyak, tentu vaksinnya bisa diproduksi banyak," kata dia. 

Jonny pun menepis laporan BPOM yang menyebut adanya manipulasi data dalam uji klinis tahap I yang dilakukan di RSUP dr Kariadi, Semarang. Penelitian yang melibatkan 28 relawan tersebut dilakukan dengan jujur. 

"Di dalam penelitian itu tidak ada kebohongan dan manipulasi data," tegas Jonny.

2. Peneliti vaksin Nusantara akan patuh prosedur penelitian

Infografis Vaksin Nusantara. (IDN Times/Sukma Shakti)

Di dalam program itu, Jonny menegaskan tim peneliti vaksin Nusantara akan berusaha mengikuti semua prosedur dan kaidah penelitian yang ada. Tetapi, di sisi lain, BPOM tak memberikan lampu hijau untuk uji klinis tahap II.

Dalam laporan hasil inspeksi yang dirilis pada 14 April 2021, BPOM merekomendasikan agar peneliti kembali ke tahap preklinis. Di tahap preklinis tak melibatkan manusia sebagai objek penelitian. 

"Ini kan penelitian yang sangat besar, skalanya demi kepentingan bangsa dan negara, dan yang dipertaruhkan adalah nama TNI AD, RSPAD, dan bukan nama saya sendiri, jadi kami akan berusaha menaati prosedur penelitian dengan baik. Walaupun semuanya kami lakukan dengan cepat karena kami ingin ada vaksin yang bisa cover seandainya Indonesia kekurangan (pasokan) vaksin," kata Jonny. 

Ia mengakui bukan ahli di bidang imunologi. Ketika ditawari eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk menjadi peneliti utama, Jonny tak langsung memberikan respons. 

"Saya pelajari dulu dan minta data-datanya untuk mengetahui apakah vaksin ini rasional atau tidak," ungkap dokter spesialis penyakit dalam itu. 

Baca Juga: Fakta soal Vaksin Nusantara, Diinisiasi Terawan dan Ditolak Para Ahli

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya