Perbedaan Data Rp349 T, Mahfud Menduga Ada yang Tutup Akses ke Menkeu
Menkeu tak diberi akses terkait transaksi Rp189 triliun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengungkap ada pihak yang mencoba menutupi akses informasi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait dugaan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu. Itu sebabnya, sejak awal data yang dimiliki Mahfud dan Sri Mulyani terkesan berbeda.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, salah satu data yang diduga tak dilaporkan ke Sri Mulyani terkait transaksi janggal senilai Rp189 triliun. Padahal, data tersebut, kata Mahfud, sudah pernah disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2020. Namun, pejabat eselon I di Kemenkeu, kata Mahfud, malah menyebut laporan tersebut tak pernah diterima Kemenkeu.
"Ini apa kok, ada uang Rp189 triliun. Lalu, pejabat tingginya yang eselon I bilang tidak pernah ada. Oh, ndak pernah ada, Bu di sini (data senilai Rp189 triliun)," ujar Mahfud menirukan pernyataan Sri di ruang rapat kKomisi III dan dikutip dari YouTube IDN Times Kamis (30/3/2023).
"Ini 2020. Lalu dijawab oleh pejabat eselon I itu surat itu tidak pernah ada," katanya.
Lalu, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menunjukkan daftar surat yang pernah dikirim ke Kemenkeu. Laporan 2020 tersebut sudah tercatat di data PPATK.
"Setelah melihat data Pak Ivan, baru dia (pejabat eselon I) bilang akan mencari (surat). Itu menyangkut transaksi Rp189 triliun," kata dia.
Apa isi transaksi senilai Rp189 triliun yang diduga disembunyikan oleh anak buah ke Sri Mulyani?
Baca Juga: Mahfud ke Komisi 3 DPR: Setiap ke Sini Saya Pasti Dikeroyok!
1. Data transaksi Rp189 triliun menyangkut dugaan pencucian uang cukai komoditas emas
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan, transaksi senilai Rp189 triliun merupakan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan 15 entitas. "Tetapi laporannya (dari anak buah Sri Mulyani) menjadi (transaksi) pajak. Akhirnya, setelah diteliti 'oh ini perusahaannya banyak, hartanya banyak, pajaknya kurang'. Padahal, laporan ini menyangkut transaksi cukai," kata dia.
Transaksi cukai yang dirujuk Mahfud adalah impor emas. "Jadi, ini menyangkut impor emas yang batangan dan harganya mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu emas mentah. Diperiksa oleh PPATK tetapi gak diselidiki. Kok emas sudah jadi dilaporkannya emas mentah," ujarnya.
Ia menambahkan dalam surat tersebut tertulis emas mentah itu dicetak di Surabaya. Saat diverifikasi PPATK ke Surabaya tak ditemukan pabriknya.
"Dan itu gak diperiksa, padahal menyangkut uang milaran. Laporan itu diberikan ke Kemenkeu 2017 oleh PPATK, bukan 2020," katanya.
Pada 2017, kata Mahfud, laporan tersebut diserahkan PPATK tanpa surat secara langsung. Ketika itu, tutur dia, penerima laporannya adalah Dirjen Bea Cukai, Irjen Kemenkeu, dan dua orang lainnya.
Editor’s picks
Baca Juga: Data Rp349 Triliun Polhukam-Kemenkeu Beda, Benny: Undang Sri Mulyani