TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perubahan Tes Kesehatan Calon TNI Harus Dibahas Bersama di Mabes

KSAD Andika tiba-tiba umumkan penghapusan tes keperawanan

Kapuspen TNI Mayjen TNI Achmad Riad (tengah) didampingi Kapuskes TNI Mayjen TNI Tugas Ratmono (kanan) dan Wakil Kepala RSPAD Gatot Subroto Mayjen TNI dr. Lukman Maruf (kiri) memberikan pernyataan dalam konferensi pers terkait Vaksin Nusantara, di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (19/4/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Jakarta, IDN Times - Pengamat di bidang militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai perubahan mekanisme tes kesehatan saat rekrutmen calon prajurit TNI, idealnya dibahas bersama di Mabes TNI. Sehingga, tidak bisa tiba-tiba Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Andika Perkasa, mengumumkan adanya penghapusan tes keperawanan tanpa berdiskusi dengan matra lain.

Apalagi, kata dia, tes kesehatan saat rekrutmen calon prajurit wajib mengacu kepada Keputusan Panglima TNI nomor 920 tahun 2020 tentang petunjuk teknis pemeriksaan dan uji kesehatan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

"Sementara, kan kita selama ini tidak pernah tahu apakah ada perubahan aturan terkait uji kesehatan di lingkungan TNI," ungkap Fahmi ketika dihubungi oleh IDN Times pada Jumat (13/8/2021). 

Meski begitu, Fahmi tak menyangkal penghapusan tes keperawanan bagi calon prajurit perempuan sesuai dengan harapan para pegiat aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan kaum perempuan. Tetapi, dalam pandangannya seandainya ada perubahan dalam tes kesehatan, maka Panglima TNI lah yang melakukannya. Tidak bisa sekonyong-konyong Andika berinisiatif sendiri. 

"Kan sekarang persepsi yang terbentuk seakan-akan TNI AD yang bergerak sendiri. Ke depannya bisa menimbulkan permasalahan sektoral," tutur dia lagi. 

Bila tes keperawanan itu dihapus di lingkungan TNI AD, maka sama saja Andika mengabaikan ketentuan di dalam petunjuk teknis yang diteken oleh Panglima TNI. Hal tersebut bisa dimaknai sebagai ketidakpatuhan. 

Fahmi mengusulkan agar perubahan mekanisme tes kesehatan diusulkan dalam rapat bersama di Mabes TNI dan dibahas bersama. Kini, pesan yang tercipta seolah-olah ada kompetisi di antara ketiga matra tersebut. 

Apakah pernyataan Andika itu diduga untuk menaikkan namanya jelang pergantian posisi Panglima TNI?

Baca Juga: Jenderal Andika Perkasa: Diskusi Penghapusan Tes Keperawanan Sejak Mei

1. Tes reproduksi diusulkan tetap ada tapi tak jadi faktor penentu kelulusan

Anggota korps perempuan TNI sedang bersiap untuk mengikuti apel bersama Korps Prajurit Wanita di Plaza Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta pada 21 April 2021 lalu. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Fahmi menyatakan, dia mendukung bila tes kesehatan reproduksi dijadikan sebagai salah satu mekanisme seleksi calon prajurit TNI. Tetapi, sebaiknya tes keperawanan tidak jadi faktor penentu kelulusan seorang calon prajurit. 

"Jadi, yang sebaiknya dihapus adalah hasil tes keperawanan itu sebagai penentu kelulusan. Tetapi, tidak berarti menghapus pemeriksaan kesehatan alat reproduksi atau kesehatan genital," kata dia. 

Menurut Fahmi, hasil tes tersebut dibutuhkan untuk ke tahapan seleksi selanjutnya dan profil status kesehatan calon prajurit yang bersangkutan. Baik calon prajurit laki-laki atau perempuan. 

Salah satu data yang bisa diperoleh dari tes tersebut yakni apakah calon prajurit perempuan pernah hamil sebelumnya. "Entah hamil karena tindak pemerkosaan sehingga melakukan tindak aborsi atau pernah jadi korban kekerasan seksual mungkin masih diberikan pengecualian," ujarnya. 

"Tetapi, bila karena yang bersangkutan kerap melakukan seks bebas, maka hal tersebut akan menjadi problem bagi institusi TNI yang menerapkan standar perilaku dan moral yang tinggi," kata dia lagi. 

2. Proses pemeriksaan tes kesehatan di TNI didorong agar lebih privat

Ilustrasi prajurit TNI (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Menurut Fahmi, pemeriksaan tes kesehatan yang kurang nyaman tidak saja dilalui oleh calon prajurit perempuan, tetapi juga laki-laki. Berdasarkan informasi yang ia tahu, sering kali pemeriksaan kesehatan dilakukan bersama-sama dengan sejumlah calon prajurit lainnya. 

"Mereka ada sekitar 10 orang lalu harus telanjang bersama-sama di suatu ruangan. Itu kan secara psikologis kan mengganggu dan ada yang merasa tak nyaman. Hal-hal itu perlu diperbaiki," kata dia. 

Ia pun mendorong agar tes kesehatan dilakukan secara individual dengan dokter. Sehingga, lebih privat dan tak membuat calon prajurit merasa dipermalukan. 

Di sisi lain, tes reproduksi yang dilakukan di lingkungan TNI AD mengungkap permasalahan yang dialami oleh Aprilia Manganang. Ia diketahui memiliki ambiguitas kelamin atau yang disebut hipospadia. 

Baca Juga: TNI AU dan TNI AL Bantah Terapkan Tes Keperawanan Bagi Calon Prajurit

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya