Pramono Anung: Jokowi Bukan Pemimpin yang Anti Meminta Maaf
"Saya disuruh meminta maaf 1.000 kali pun saya mau"
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, mengatakan Presiden Joko "Jokowi" Widodo bukan tipe pemimpin yang enggan meminta maaf kepada rakyatnya. Desakan untuk meminta maaf itu muncul lantaran kondisi pandemik COVID-19 malah semakin memburuk. Sejumlah ahli bahkan menyebut lonjakan kasus COVID-19 varian Delta di tanah air lebih parah bila dibandingkan di India.
Mengutip data dari pemantau wabah, World O Meter, kasus harian di Indonesia sering kali bertengger di puncak teratas mengalahkan India dan Brasil. Bahkan, sejumlah media asing sudah menyebut Indonesia merupakan episentrum baru COVID-19.
"Pak Jokowi orang yang ringan-ringan saja bila waktunya (sudah harus meminta maaf maka tak sungkan dilakukan) karena apa yang dikerjakan tidak sempurna, Beliau akan meminta maaf. Menurut saya, Beliau kemudian bukan orang yang sangat anti terhadap permintaan maaf," ujar Pramono ketika berbicara di program "Mata Najwa" yang tayang di stasiun Trans 7 pada Rabu malam, 21 Juli 2021.
Sebelumnya, dua menteri yakni Erick Thohir dan Luhut Pandjaitan sudah lebih dulu meminta maaf karena dalam penanganan wabah, hasilnya belum optimal. Dua kepala daerah seperti Ridwan Kamil dan Khofifah Indarparawansa pun turut melakukan hal serupa.
"Saya pun kalau disuruh meminta maaf 1.000 kali pun, saya mau. Gak akan mengurangi wibawa atau apa yang sudah kita lakukan saat ini," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Permintaan maaf yang disampaikan oleh para pejabat itu seiring dengan gagalnya program Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang telah digelar sejak 3 Juli 2021 lalu. Setelah dijalankan hingga 20 Juli 2021, program yang berlaku di Jawa-Bali itu, tidak berhasil menekan laju penularan kasus COVID-19 hingga di angka 10 ribu.
Apakah permintaan maaf saja cukup? Bagaimana kondisi kasus harian dan tes selama pemberlakuan Darurat 3-20 Juli 2021?
Baca Juga: Luhut: Varian Delta COVID-19 Sulit Dihadapi, Itu Kenyataannya
1. Minta maaf saja tidak cukup, pemerintah harus lakukan aksi nyata perbaiki kondisi pandemik
Menurut inisiator lembaga nirlaba LaporCovid19, Irma Hidayana, sempat mengapresiasi permintaan maaf pemerintah melalui Menko Luhut. Tetapi, hal tersebut dianggap Irma tidak cukup.
"Kami ingin melihat juga bahwa permintaan maaf itu dibarengi dengan aksi nyata, langkah yang luar biasa dalam menyelesaikan atau dalam menekan angka penularan (COVID-19) di tingkat komunitas," ujar Irma ketika berbicara dalam diskusi virtual pada 18 Juli 2021 lalu.
Irma menilai pemerintah harus serius mengendalikan atau menurunkan laju penularan COVID-19 di Indonesia dengan menekan mobilitas warga. Selain itu, pemerintah juga diminta meningkatkan testing dan tracing agar lebih efektif.
"Tentu saja pada saat yang sama intervensi vaksinasi juga harus dilakukan secara serempak tanpa mengurangi akses terhadap vaksinasi. Harus dipastikan, semua warga Indonesia memiliki akses yang sama, yang setara dalam mengakses vaksinasi," katanya lagi.
Sementara, usai menyampaikan permintaan maaf, Luhut berjanji akan memperbaiki mengenai testing dan tracing, khususnya bagi warga yang tinggal di pemukiman padat. Mantan Kepala Staf Presiden (KSP) itu berjanji untuk meningkatkan tes hingga ke angka 400 ribu per hari.
Baca Juga: PPKM Darurat Diperpanjang, Apa Bisa Turunkan Kasus COVID dalam 5 Hari?