TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Razman: Saya Gak Mau 'Bunuh Diri' Bela Demokrat KLB di Pengadilan

"Kalau Kemenkum HAM saja sudah tak lolos, gimana di PN?"

Eks Ketua Bidang Hukum Partai Demokrat kubu Moeldoko, Razman Nasution (IDN Times/Santi Dewi)

Jakarta, IDN Times - Eks Ketua Bidang Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat kubu Moeldoko, Razman Arif Nasution, mengatakan tak mau 'bunuh diri' dengan tetap berada di dalam kubu itu usai keluar putusan dari Kementerian Hukum dan HAM pada 31 Maret 2021. Ia menjelaskan memilih mundur bukan karena gentar usai kepengurusan Demokrat Moeldoko ditolak, melainkan tak ikut dilibatkan dalam proses hukum sejak lama.

Padahal, awalnya ia diminta mengurus persoalan hukum di parpol berlambang mercy versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang itu. Salah satu proses yang tak melibatkannya yaitu ketika mengajukan dokumen ke Kemenkum HAM. 

"Saya sudah pernah tanya ke Darmizal (salah satu pendiri Demokrat) dan kawan-kawan, mana pengajuan (dokumen KLB) ke Kemenkum HAM. Tapi, gak mau (menyerahkan) karena kelihatannya masih berebut untuk jabatan-jabatan. Itu dugaan saya," ungkap Razman kepada IDN Times di kantornya di kawasan Rasuna Said, Kuningan, pada Selasa, 6 April 2021. 

Terkait penentuan jabatan, semula Razman ditempatkan sebagai ketua badan komunikasi publik. Lalu, digeser menjadi ketua bidang advokasi dan hukum. 

"Bagi saya itu lebih nyaman. Tapi, kalau saya sudah diberi jabatan di bidang advokasi hukum, jangan lagi saya digeser. Jangan juga kewenangan orang diamputasi," tutur pria yang sudah menjadi pengacara selama puluhan tahun itu menyindir Darmizal.

Ia mengatakan memilih keluar dari Demokrat kubu Moeldoko bukan berarti tak lagi menghormatinya. Tetapi, kebenaran yang semula ia cari di Demokrat versi KLB tak ditemukan. Apalagi, ia melihat kecil kemungkinan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan mengabulkannya. 

"Apa dokumen yang mau saya serahkan di persidangan kalau di Kemenkum HAM saja secara administrasi umum sudah tak diakui. Jadi, saya harus katakan peluang itu (untuk menang) tipis dan saya gak mau bunuh diri," katanya. 

Apa isi gugatan yang diajukan oleh kubu Moeldoko ke PN Jakpus pada 5 April 2021?

Baca Juga: Gugat ke PN Jakpus, Demokrat Kubu Moeldoko Tuntut Ganti Rugi Rp100 M

1. Kubu Moeldoko minta agar AD/ART 2020 Demokrat dibatalkan

Moeldoko (tengah) di lokasi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). ANTARA FOTO/Endi Ahmad

Juru bicara Demokrat kubu Moeldoko, Muhammad Rahmad, mengonfirmasi gugatan sudah dilayangkan ke PN Jakpus pada 5 April 2021. Ada tiga poin di dalam gugatan itu.

Pertama, mereka meminta agar PN Jakpus membatalkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) 2020 Partai Demokrat, karena dianggap telah melanggar undang-undang baik formil maupun materiil. Kedua, meminta majelis hakim agar membatalkan demi hukum akta notaris AD/ART 2020 dan susunan pengurus DPP yang dihasilkan dari kongres tahun lalu di Jakarta Convetion Centre (JCC). 

Ketiga, meminta majelis hakim agar mengabulkan gugatan ganti rugi senilai Rp100 miliar. Rahmad menjelaskan ganti rugi senilai Rp100 miliar akan diberikan kepada seluruh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Cabang (DPC) di Indonesia. 

Razman sudah menduga isi gugatan akan mempermasalahkan AD/ART 2020. "Karena itu kan dinilai oleh mereka melanggar UU Parpol," kata Razman. 

Di dalam UU Parpol nomor 2 tahun 2011 tidak tercantum sebelum dilakukan KLB harus memperoleh persetujuan dari ketua majelis tinggi partai, dalam hal ini Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

2. Razman klaim tak ada intervensi Istana ketika Moeldoko terpilih jadi ketum di KLB

Kronologi Sengketa Partai Demokrat (IDN Times/Sukma Shakti)

Razman menduga selama ini Moeldoko tidak diberikan data-data yang benar mengenai persyaratan sebelum KLB digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 5 Maret 2021. Sebab, Moeldoko sifatnya ditawari oleh pentolan KLB menjadi ketua umum. 

"Jadi, kasihlah itu kebenaran soal siapa yang minang, berapa maharnya, apakah syarat untuk menyelenggarakan KLB dan ditunjuk jadi ketum sudah terpenuhi atau tidak. Kan seharusnya begitu," tutur Razman blak-blakan. 

Sementara, Darmizal dan Nazaruddin sejak awal menurutnya sudah yakin bisa memperoleh restu dari Kemenkum HAM. Semua persyaratan yang dibutuhkan untuk melakukan KLB, kata Razman, sudah lengkap.

Itu sebabnya Moeldoko menerima pinangan jadi ketum. Tetapi, keyakinan itu justru berubah menjadi kenyataan yang pahit.

Situasi menjadi lebih buruk lantaran beberapa pihak mengaitkan peristiwa KLB dengan Istana. Padahal, klaim dari Razman, Presiden Joko "Jokowi" Widodo sama sekali tidak tahu menahu soal keterlibatan Moeldoko di KLB. 

"Selama saya mengenal Pak Moeldoko, tidak pernah sekali pun ada intervensi (soal KLB) dari pihak kekuasan. Contoh, ketika saya melaporkan ke polisi terkait perkara UU ITE atas nama Pak Moeldoko, laporan saya ditolak," ujarnya. 

Hal serupa, katanya lagi, terlihat dalam keputusan Kemenkum HAM. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, justru tak mengakui kepengurusan Demokrat yang dihasilkan dari KLB di Deli Serdang. 

"Sekarang, kalau mau Darmizal cs harus fair memberikan kebenaran, karena kalau tidak, reputasi yang sudah dibangun Pak Moeldoko bisa hancur. Kan membangunnya tidak gampang," kata dia. 

3. Tanpa data yang cukup, maka sama saja sudah kalah sebelum maju di pengadilan

Eks Ketua Bidang Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat kubu Moeldoko, Razman Arif Nasution di kantornya pada 6 April 2021. (IDN Times/Santi Dewi)

Hal lain yang menyebabkan Razman mundur dari Demokrat kubu Moeldoko karena ingin menjaga reputasinya yang sudah terbangun selama puluhan tahun sebagai pengacara. Ia tak mau kalah di pengadilan dengan mudah melawan kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) lantaran tidak lengkap secara administrasi.

Sebab, tugas utama Razman di pengadilan yakni membuktikan di hadapan majelis hakim bahwa ada dasar hukum yang jelas untuk menggelar KLB di Deli Serdang pada 5 Maret 2021.

"Kalau tanpa persiapan apa-apa, ya matilah saya," ujarnya. 

Di sisi lain, status Demokrat KLB yang tak memperoleh pengakuan dari Kemenkum HAM bisa membebani Moeldoko. Sebab, bila gugatan Demokrat kubu Moeldoko tak dikabulkan oleh majelis hakim di PN Jakpus, maka kecil pula peluang memenangkan gugatan bila dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

"Salah satu acuan majelis hakim di PTUN kan putusan di PN Jakpus itu," tutur dia lagi. 

Baca Juga: AHY Sebut Tawaran Cagub DKI Bagi Moeldoko Cuma Satir

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya