TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rekam Jejak Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres

Apakah 8 hakim konstitusi akan buat kejutan pada 22 April?

Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi. (IDN Times/Santi Dewi)

Jakarta, IDN Times - Sejak berdiri pada 2003 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) tercatat sudah lima kali menangani Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Pada empat PHPU pilpres sebelumnya, lembaga penjaga konstitusi itu belum pernah mengabulkan gugatan yang disampaikan oleh para pemohon. 

Merujuk ketentuan UUD 1945 pasal 24C ayat (1) dan (2), MK memiliki kewenangan di empat hal, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Bila di PHPU Pilpres sebelumnya, para pemohon fokus terkait selisih hasil suara, maka pokok permohonan pada sengketa pilpres 2024 berbeda. Kedua pemohon menggaris bawahi telah terjadi kecurangan pemilu pada proses pemilu yang digelar pada 14 Februari lalu. 

Selain itu, sengketa pilpres bermula dari putusan problematik nomor 090 yang mengubah syarat formil capres dan cawapres. Perubahan syarat yang diputuskan oleh MK itu terjadi sebelum dilakukan pemungutan suara. Bahkan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Anwar Usman terbukti telah melakukan pelanggaran kode etik berat hakim lantaran memutus perkara disebabkan adanya intervensi dari luar. 

Maka, MKMK menjatuhkan sanksi bagi Anwar yaitu dilengserkan dari posisi ketua MK dan dilarang mengadili perkara yang menyangkut pilpres dan pileg 2024. Alhasil, jumlah hakim yang mengadili sengketa pemilu 2024 hanya delapan orang.

Berikut rekam jejak putusan MK sejak digelar pada 2004 lalu. 

Baca Juga: Tim Prabowo-Gibran Ingatkan Pendukung Hormati Putusan MK

1. Tahun 2004

Paslon pemilu 2004, Wiranto-Salahuddin Wahid. (Dokumentasi Wikipedia)

Pemohon:

Wiranto-Salahuddin Wahid

Isi pokok permohonan:

  • Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan hasil penghitungan suara pada putaran pertama yang ditetapkan oleh KPU pada 26 Juli 2004
  • Memohon kepada MK bahwa hasil penghitungan suara yang benar untuk pasangan ini sebesar 31.721.448 suara. Masuk sebagai dua pasangan peraih suara terbanyak agar lolos ke putaran kedua

Isi putusan:

  • Pasangan Wiranto-Salahuddin tidak berhasil membuktikan dalil tentang kesalahan hasil penghitungan suara yang mengakibatkan pemohon kehilangan 5,4 juta suara
  • Permohonan pemohon tidak beralasan dan kemudian harus ditolak

Baca Juga: Jubir AMIN Ragu Hakim MK Berani Buat Terobosan di Sidang Putusan

2. Tahun 2009

Paslon Jusuf Kalla-Wiranto di pemilu 2009. (Dokumentasi Facebook)

Pemohon:

a. Megawati-Prabowo

Isi pokok permohonan:

  • Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan hasil keputusan KPU nomor 365/Kpts/KPU/tahun 2009 tentang hasil rekapitulasi penghitungan suara
  • Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan bahwa perolehan suara yang benar untuk masing-masing capres-cawapres yaitu Mega-Prabowo 32.548.105 suara (35,06 persen), SBY-Boediono 45.215.927 suara (48,70 persen) dan JK-Wiranto 15.081.814 suara (16,24 persen)

b. Jusuf Kalla-Wiranto

Isi pokok permohonan:

  • Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan KPU telah melakukan pelanggaran hukum dalam penyelenggaraan pilpres
  • KPU telah lakukan penggelembungan suara dan dialokasikan untuk pasangan SBY-Boediono. Indikasinya ada pengurangan 69 ribu TPS


Isi putusan:

  • Hakim konstitusi menolak permohonan seluruhnya usai mempertimbangkan dalil-dalil serta bukti yang diajukan
  • Hakim konstitusi menilai permohonan tidak memiliki nilai yuridis
  • Penambahan perolehan suara paslon SBY-Boediono yang menjadi pihak terkait dalam PHPU ini tidak terbukti secara hukum

3. Tahun 2014

Paslon nomor urut satu di pemilu 2014, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Pemohon:

Prabowo Subianto-Hatta Rajasa

Isi pokok permohonan:

  • Telah terjadi kecurangan di 52 ribu TPS di seluruh Indonesia yang melibatkan 21 juta suara
  • Mengklaim mengantongi 67.139.153 suara. Sedangkan, Jokowi-JK hanya memperoleh 66.435.124 suara


Isi putusan:

  • Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan
  • Mahkamah Konstitusi melihat dalil terkait daftar pemilih khusus tambahan (DPKtb) yang dinilai dimanfaatkan KPU untuk memobilisasi massa pasangan
  • Jokowi-JK di beberapa provinsi, tidak beralasan menurut hukum
    Pelanggaran yang diklaim telah terjadi terstruktur, sistematis dan masif, tidak terbukti

4. Tahun 2019

Prabowo Subianto ketika berpasangan dengan Sandiaga Uno di pemilu 2019. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Pemohon:

Prabowo Subianto-Sandiaga Uno

Isi pokok permohonan:

  • MK menetapkan Prabowo-Sandi sebagai pemenang pilpres 2019
    Telah terjadi kecurangan pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM)
  • Menetapkan hasil perolehan suara untuk paslon nomor urut dua 68.650.239 (52 persen), paslon nomor urut satu (Jokowi-Ma'ruf Amin) 63.573.169 suara (48 persen)

Isi putusan:

Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pasangan Prabowo-Sandi untuk seluruhnya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya