TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sempat Dukung Nurdin, Tsamara: Saya Dulu Percaya Dia Tokoh Bersih

Nurdin diduga terima suap Rp5,4 miliar dari kontraktor

Poster dukungan PSI pada 2017 bagi Nurdin Abdullah saat pilgub Sulawesi Selatan (www.twitter.com/@psi_id)

Jakarta, IDN Times - Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tsamara Amany, mengaku kecewa saat tahu Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada akhir pekan lalu. Pada 2017 lalu, PSI memberikan dukungan bagi Nurdin di Pemilihan Gubernur 2018, karena mantan Bupati Bantaeng itu dinilai sebagai sosok yang bersih. 

"Saya 100 persen dukung KPK mengusut. Tentu saja kecewa sekali rasanya. Saya dulu begitu percaya beliau tokoh bersih dan antikorupsi," demikian cuit Tsamara pada Sabtu, 27 Februari 2021 lalu. 

Politikus muda itu akhirnya memberikan komentar lantaran cuitannya pada 9 Januari 2018 lalu kembali viral saat Nurdin ditangkap oleh komisi antirasuah. Dalam cuitan itu Tsamara mengunggah video Nurdin yang mengucap syukur karena didukung oleh PSI, parpol berbasis anak muda dalam Pilgub 2018. 

"Ini cagub kita di Sulsel. Pak Nurdin Abdullah. Tokoh antikorupsi. Gak sabar lihat Sulsel dibikin keren sama Pak Nurdin," cuit Tsamara pada 9 Januari 2018 lalu. 

Namun, nama PSI ikut terseret dalam kasus yang sedang disidik oleh KPK. Mengapa demikian?

Baca Juga: [BREAKING] KPK: Nurdin dengan Pengusaha AS Sempat Tawar-Menawar Fee

1. Sunny Tanuwidjaja tercatat pemilik saham perusahaan yang menambang pasir di Sulsel

Sekretaris Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Sunny Tanuwidjaja (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

Meski Nurdin kerap menuai pujian sebagai tokoh yang bersih dan antikorupsi, tetapi Lembaga Anti-Corruption Committee (ACC) Sulsel sudah lama memiliki catatan kelam orang nomor satu di Sulsel itu. Bahkan, diduga perbuatan korupsi sudah dilakukan oleh Nurdin sejak ia masih menjabat sebagai Bupati Bantaeng. 

Dugaan korupsi itu semakin terang ketika Nurdin terpilih sebagai gubernur pada 2018 lalu. "Sebutlah dulu, tentang pansus kasus hak angket. Di situ kan yang paling menonjol adanya masalah proyek, (dugaan) setor-setor uang," ujar Direktur ACC Sulawesi, Abdul Kadir Wokanubun, ketika dihubungi oleh IDN Times pada Sabtu, 27 Februari 2021 lalu. 

Lantaran adanya dugaan bagi-bagi proyek itu dengan pengusaha yang diisukan dekat dengan Nurdin, memicu bergulirnya hak angket oleh DPRD. Salah satu pengusaha yang dirumorkan dekat dengan Nurdin adalah Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipta. Perusahaan milik Agung diketahui sering mendapatkan proyek infrastruktur dari Nurdin. 

Agung kini ikut dijadikan tersangka setelah menyuap Nurdin. Begitu pula Nurdin dan Edy Rahmat yang juga resmi ditahan oleh KPK. 

Selain PT Agung Perdana Bulukumba, ada pula PT Banteng Laut yang memperoleh izin penambangan pasir di perairan Kodingareng seluas 1.300 hektare pada 2019. Berdasarkan investigasi Majalah Tempo pada 2020, selain PT Banteng Laut ada pula PT Nugraha Indonesia Timur yang juga memperoleh izin. 

Sesuai dengan akta, pemilik saham PT Banteng Laut adalah Sekretaris Dewan Pembina PSI, Sunny Tanuwidjaja. 

2. KPK sebut Nurdin Abdullah menerima suap Rp5,4 miliar

Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah ketika tiba di gedung KPK usai OTT (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Sementara, dalam jumpa pers pada Sabtu, 27 Februari 2021 lalu, Ketua KPK Komjen (Pol) Firli Bahuri menyebut Nurdin diduga menerima suap senilai Rp5,4 miliar. Pemberian suap dilakukan secara bertahap. 

Pertama, pada akhir 2020, Nurdin disebut menerima suap senilai Rp200 juta. Kedua, pada awal Februari 2021, ajudan Nurdin, Samsul Bahri, menerima duit senilai Rp1 miliar. Ketiga, ajudan Nurdin, Samsul pada awal Februari 2021 kembali terima uang senilai Rp2,2 miliar. Keempat, pengusaha Agung Sucipto menyerahkan uang untuk Nurdin melalui Sekdis PUTR Provinsi Sulsel, Edy Rahmat, senilai Rp2,2 miliar. 

Baik Nurdin maupun Edy disangkakan dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

Bila merujuk ke aturan yang ada maka keduanya terancam hukuman bui hingga 20 tahun dan denda Rp1 miliar. 

Baca Juga: Dewan Juri Bung Hatta Award Kecewa Tahu Nurdin Abdullah Terjaring KPK

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya