TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sidak PT Harsen, BPOM Temukan Bahan Pembuat Ivermectin Ilegal

BPOM ancam akan jatuhkan sanksi  

Kepala Badan POM Penny Lukito (Dok. Humas Badan POM)

Jakarta, IDN Times - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan sejumlah pelanggaran ketika melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pabrik PT Harsen selama tiga hari terakhir. Ada sekitar enam pelanggaran yang diduga dilakukan PT Harsen yang berlokasi di Jalan Raya Bogor, Jakarta Timur.

PT Harsen adalah perusahaan farmasi yang memproduksi obat Ivermectin yang gencar dipromosikan dapat menjadi terapi penyembuhan COVID-19. Mereka memproduksi Ivermectin dengan nama Ivermax 12 miligram.

Perusahaan farmasi ini diketahui mendekati Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, agar bisa mengedarkan obat tersebut di beberapa wilayah di Indonesia. 

"Pertama, PT Harsen melakukan pelanggaran terkait CPOB (pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi) dan CDOB (cara distribusi obat yang baik). Kedua, penggunaan bahan baku pembuatan Ivermectin tidak melalui jalur resmi. Kategorinya adalah tidak memenuhi ketentuan alias ilegal," kata Kepala BPOM, Penny K. Lukito ketika memberikan keterangan pers secara virtual pada Jumat (2/7/2021). 

Ketiga, Penny melanjutkan, PT Harsen mengedarkan produk Ivermax tidak dalam kemasan siap edar. Keempat, produk Ivermax tidak didistribusikan tak melalui jalur distribusi resmi. Kelima, PT Harsen mencantumkan masa kedaluwarsa Ivermax tidak sesuai dengan yang disetujui BPOM. 

"Seharusnya dengan stabilitas yang kami terima akan bisa diberikan selama 12 bulan setelah tanggal produksi, namun dicantumkan oleh PT Harsen dua tahun setelah masa produksi. Saya kira ini hal yang critical yah," katanya. 

Keenam, PT Harsen, ujar Penny, melakukan promosi obat keras ke masyarakat umum. Idealnya perusahaan farmasi hanya boleh melakukan promosi ke tenaga kesehatan. 

Lalu, apa tindakan yang diambil oleh BPOM terhadap PT Harsen yang telah melakukan sederet pelanggaran? Apalagi produk Ivermax yang mereka produksi tengah diburu publik yang putus asa agar pulih dari COVID-19. 

Baca Juga: BPOM Sebut Izin Edar Ivermectin untuk Obat Cacing Bukan COVID-19

1. BPOM siapkan sanksi bagi PT Harsen bila tak perbaiki pelanggaran yang dilakukan

Kepala BPOM, Penny K Lukito (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Menurut Penny, sejauh ini belum ada niat baik dari PT Harsen untuk memperbaiki pelanggaran yang mereka lakukan. Padahal, sebelumnya telah dilakukan penyerahan berita acara ketika dilakukan inspeksi dan pengawasan.

Ia mengatakan apa yang dilakukan oleh BPOM sesuai dengan ketentuan dan undang-undang. Sebab, bila produk Ivermax terus dibiarkan beredar di masyarakat dapat mengurangi mutu dan kualitasnya. Apalagi, kata dia, saat ini sedang terjadi pandemik COVID-19.

"Kami juga sudah pernah melakukan pemanggilan (PT Harsen) tetapi masih belum menunjukkan niatnya yang baik terkait CPOB dan CDOB," ujar Penny. 

Ia mengatakan bila tidak ada perbaikan dari PT Harsen maka BPOM akan mengambil langkah tindak lanjut berupa penjatuhan sanksi.

"Di dalam UU kan juga sudah disebutkan apa saja sanksi-sanksinya, baik itu berupa administrasi, bahkan bisa berlanjut ke pelanggaran pidana berdasarkan bukti-bukti yang sudah didapatkan," tutur dia. 

Ia menjelaskan sanksi administrasi terdiri dari peringatan keras, penghentian produksi hingga pencabutan izin edar. 

2. Masyarakat diminta bersabar hingga hasil uji klinis Ivermectin rampung

Ivermectin, Obat Terapi Pasien COVID-19. (dok. Kementerian BUMN)

Sementara, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Zullies Ikawati, meminta kepada masyarakat agar tidak sembarangan menggunakan Ivermectin yang tergolong obat keras. Alih-alih mengonsumsi Ivermectin yang belum teruji klinis memulihkan pasien COVID-19, lebih baik publik sabar menanti hasil uji klinis yang dilakukan selama dua bulan mendatang. 

"Jangan sekali-sekali masyarakat menggunakan obat Ivermectin tanpa pengawasan dari dokter. Karena selama ini Ivermectin digunakan sebagai obat cacing untuk pengobatan lokal, maka dosisnya cukup," kata Zullies di jumpa pers yang sama.

Sementara, ketika obat anti parasit itu digunakan untuk COVID-19 dan harus penetrasi ke paru-paru maka dosis obat dipastikan akan bertambah. Zullies mengatakan bila dosis konsumsi obatnya ditingkatkan maka dampak efek sampingnya pun akan lebih besar. 

"Bila melihat efek samping dari Ivermectin berdasarkan data base WHO, memang kelihatannya sepertinya ringan antara lain diare, gatal, sakit kepala, keliyengan, sakit perut. Tetapi, obat itu digunakan sebagai anti parasit yang dikonsumsi tiap enam bulan sekali atau setahun sekali," ujarnya lagi. 

Maka, ia tidak bisa membayangkan efek samping yang dirasakan oleh pasien COVID-19 saat mengonsumsinya. Sebab, dosis dan frekuensi konsumsinya akan meningkat. 

Baca Juga: Unhan Gandeng PT Harsen Teliti Efektivitas Ivermectin untuk COVID-19

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya