Survei CSIS: Pemilih Muda Pilih Pemimpin Jujur dan Tak Korup di 2024
Calon pemimpin yang merakyat tak lagi dilirik anak muda
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mayoritas pemilih muda berusia 17-39 tahun mengalami perubahan preferensi soal kriteria calon pemimpin yang diharapkan muncul pada Pemilu 2024. Apabila pada Pemilu 2019 lalu mayoritas memilih calon pemimpin yang terlihat sederhana atau merakyat, namun pada Pemilu 2024, pemilih muda ingin calon pemimpin yang jujur dan tidak korup.
Itu merupakan salah satu temuan penting dari survei yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada Agustus 2022 lalu. Survei itu dilakukan di 34 provinsi di Indonesia, dengan melibatkan 1.200 sampel yang dipilih secara acak dan tersebar secara proporsional.
Sampel terpilih diwawancarai secara tatap muka. Sementara, tingkat margin of error survei sebesar 2,84 persen dan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
"Pada 2019, mayoritas pemilih anak muda atau hampir 40 persen mengatakan kepemimpinan yang merakyat dan sederhana adalah yang bakal dipilih. Itu juga yang menjelaskan kenapa Pak Jokowi berhasil kembali dipilih, selain tentu juga achievement di bidang infrastruktur dan ekonomi," ungkap Kepala Departemen Politik CSIS, Arya Fernandes, seperti dikutip dari YouTube, Kamis (16/3/2023).
Di tahun yang sama, hanya 11 persen responden yang mengatakan bahwa pemimpin harus orang yang jujur dan antikorupsi. Tetapi, situasinya kini sudah berubah.
"Kini kriteria kepemimpinan merakyat atau sederhana justru tak dipilih sehingga drop hingga 15,9 persen. Pada saat yang sama, anak-anak muda justru kini menginginkan pemimpin yang jujur dan memegang prinsip antikorupsi. Terjadi kenaikan dari 11 persen di tahun 2019 menjadi 34 persen pada 2022," tutur dia.
Kenaikan juga terjadi pada kriteria berpengalaman. Bila pada 2019, pemimpin berpengalaman hanya dipilih oleh 8,9 persen responden. Kini kriteria itu dicari oleh 16,8 persen responden.
"Jadi, kami melihat kepemimpinan nasional yang dibutuhkan anak-anak muda ke depan adalah kepemimpinan yang bersih, jujur, dan antikorupsi. Ini sejalan karena anak-anak muda kita menilai ada pelemahan terhadap komisi antirasuah. Anak-anak muda kan juga turun ketika terjadi wacana revisi UU KPK," kata dia.
Lalu, apa respons anak muda terkait isu penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden?
Baca Juga: Tingkat Kepuasan ke Jokowi Naik, Bamsoet Singgung Perpanjangan Jabatan
1. Mayoritas pemilih muda memilih masa jabatan presiden tetap 10 tahun
Di sisi lain, sebanyak 86,2 persen pemilih muda tetap menginginkan agar masa jabatan presiden dipertahankan selama 10 tahun atau dua periode. Anak-anak muda, kata Arya, juga memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Karena RKUHP yang kini sudah disahkan menjadi undang-undang dianggap mengancam kebebasan sipil dan berpendapat.
Temuan lain yang menarik yakni adanya fluktuasi dukungan dari anak-anak muda terhadap demokrasi. Dukungan paling rendah dalam lima tahun terakhir, kata Arya, terjadi pada 2016. Angkanya mencapai 53,7 persen.
"Padahal, itu dua tahun pasca-pemilu, di mana kompetisi masih sangat tinggi, polarisasi masyarakat juga tinggi, itu membuat dukungan terhadap demokrasi berada di titik terendah dalam lima tahun terakhir. Hanya 53,7 persen yang mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik dibandingkan sistem lainnya," kata dia.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu di mana pemerintah mulai berhasil melakukan konsolidasi politik dan presiden menunjukkan kinerjanya, maka pelan-pelan dukungan anak muda terhadap demokrasi mengalami peningkatan. "Pada 2019 misalnya 67 persen anak muda mengatakan demokrasi adalah sistem politik yang terbaik," ujarnya.
Editor’s picks
Tetapi, angka itu drop usai Indonesia dihantam pandemik COVID-19. Pada 2021, angkanya drop menjadi 60,8 persen. Dukungan terhadap demokrasi kembali naik pada 2022 yakni mencapai 63,8 persen.
"Hal ini menandakan variabel ekonomi dan kinerja pemberantasan korupsi serta kebebasan berpendapat juga mempengaruhi dukungan terhadap demokrasi," tutur dia.
Baca Juga: MK Tolak Gugatan Guru Honorer soal Perpanjangan Masa Jabatan Presiden