Survei SMRC: Di Pulau Jawa, Warga Jakarta Paling Ogah Divaksinasi
31 persen warga DKI juga tak percaya keamanan vaksin COVID
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Di antara daerah-daerah lainnya di Pulau Jawa, warga DKI Jakarta ternyata paling banyak yang tidak mau divaksinasi meski vaksin COVID-19 sudah tersedia. Hal ini terungkap dalam survei yang dilakukan Lembaga Saiful Mujani Research Consulting (SMRC).
Survei SMRC melibatkan 1.220 responden yang dipilih secara acak. Dari angka tersebut, jumlah responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 1.064 responden atau 87 persen, dengan margin of error 3,07 persen.
"Di Jawa sendiri, kita lihat di DKI paling besar (yang tak mau divaksinasi mencapai 33 persen)," ujar Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, dalam rilis survei dengan tajuk "Satu Tahun COVID-19: Sikap dan Perilaku Warga Terhadap Vaksin" yang dikutip dari YouTube SMRC, Rabu (24/3/2021).
Di bawah DKI, ada 32 persen warga yang tinggal di Jawa Timur juga enggan divaksinasi, disusul warga di Provinsi Banten 31 persen. Tingginya keengganan warga DKI Jakarta untuk divaksinasi berkaitan dengan pandangan mereka yang menilai vaksin COVID-19 tidak aman dikonsumsi.
Dalam survei SMRC yang digelar pada 28 Februari hingga 8 Maret 2021, terlihat 31 persen responden di DKI Jakarta menilai vaksin COVID-19 yang disediakan oleh pemerintah tidak aman dikonsumsi. Sementara 49 persen responden yang tinggal di ibu kota menyatakan vaksin itu aman disuntikan ke tubuh.
Deni juga menjelaskan, responden yang bermukim di Pulau Sumatra banyak yang tak percaya vaksin COVID-19 aman. Angkanya mencapai 32 persen yang menilai vaksin tak aman dikonsumsi.
Lantas apa komentar epidemiolog soal temuan masih tingginya warga yang enggan divaksinasi meski kondisi pandemik sudah darurat?
Baca Juga: Politisi PKS Sedih Banyak Pendukung Prabowo Enggan Divaksinasi COVID
1. Budaya patronase jadi kunci penting untuk dorong warga agar mau divaksinasi
Dalam pandangan epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windu Purnomo, salah satu kunci penting untuk mendorong warga bersedia divaksinasi yakni memanfaatkan budaya patronase. Tokoh-tokoh agama dijadikan panutan bagi warga untuk vaksinasi.
Dalam polemik terbaru soal fatwa haram bagi vaksin AstraZeneca, sempat membuat publik ragu disuntik dengan vaksin buatan Inggris itu.
"Tapi, kabar baiknya Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jatim sudah divaksinasi. Padahal, MUI menyatakan vaksin itu tidak halal meski membolehkan. Tetapi, Ketua MUI Jatim kemarin sudah divaksinasi dan akan ada 100 kiai lainnya," ujar Windu dalam diskusi itu.
Menurutnya, tokoh-tokoh agama memiliki kunci penting dalam mengubah niat warga yang semula masih ragu dan enggan divaksinasi jadi bersedia. Windu menilai, sangat berbahaya bila yang bersedia divaksinasi masih di angka 61 persen. Kekebalan kelompok, kata Windu, baru tercapai bila jumlah warga yang divaksinasi mencapai 70 persen.
Baca Juga: Warga Takalar Sulsel Meninggal Dunia usai Divaksinasi COVID-19