TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Terbukti Terima Duit eKTP US$400 Ribu, Markus Nari Divonis 6 Tahun Bui

Majelis hakim juga menyita mobil mewah Range Rover

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Jakarta, IDN Times - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan terdakwa eks anggota DPR, Markus Nari terbukti menerima duit dari proyek KTP Elektronik senilai US$400 ribu atau setara Rp4 miliar. Ia juga terbukti menghalang-halangi pemeriksaan proyek mega korupsi itu agar tidak terungkap. Caranya, dengan mengancam terpidana lainnya dari parlemen yakni Miryam S. Haryani. 

"Mengadili, menyatakan terdakwa Markus Nari telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu alternatif kedua dan dakwaan kedua alternatif pertama," ujar Ketua Majelis Hakim Frangky dalam persidangan yang digelar pada Senin (11/11) di Jakarta dan dikutip dari kantor berita Antara

Atas perbuatan itu, maka eks politikus Partai Golkar itu dijatuhi hukuman bui selama enam tahun. Selain itu, Markus juga diperintahkan oleh hakim untuk membayar uang pengganti senilai US$400 ribu atau setara Rp4 miliar. 

Putusan majelis hakim itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta agar mereka menjatuhkan vonis sembilan tahun bui, denda Rp500 juta dan kewajiban membayar uang pengganti US$900 ribu. 

Lalu, mengapa ada perbedaan angka mengenai uang pengganti yang harus dibayar oleh Markus? Apakah Markus menerima putusan majelis hakim tersebut?

Baca Juga: Terlibat Korupsi eKTP, Politikus Golkar Markus Nari Dituntut 9 Tahun 

1. Di dalam persidangan, Markus Nari hanya terbukti menerima bancakan proyek e-KTP senilai US$400 ribu

IDN Times/Arief Rahmat

Di dalam persidangan, majelis hakim menyatakan nilai bancakan duit yang terbukti diterima oleh Markus hanya US$400 ribu atau setara Rp4 miliar. Bukan senilai US$900 ribu yang dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK. 

Uang itu diberikan pada Maret 2012 lalu dari Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri, Sugiharto. Majelis hakim tak sependapat dengan argumen JPU KPK yang menyebut Markus juga menerima duit lainnya senilai US$500 ribu dari keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Pemberian duit itu, menurut jaksa terjadi di ruang kerja Setya di lantai 12 gedung DPR. 

Uang US$500 ribu menurut jaksa merupakan sebagian jatah yang dijanjikan diterima oleh Marksu yakni US$1 juta. Instruksi pemberian duit disampaikan oleh Andi Narogong kepada Irvan. 

"Terdakwa Markus Nari menerima US$400 ribu atau setara Rp4 miliar seperti yang diungkap Sugiharto di dalam persidangan. Markus Nari mengunjungi Kemendagri dan uang berasal dari Andi Narogong sebagai pengumpul uang 'fee' dari konsorsium," ujar hakim Emilia Djadjasubagdja dan dikutip dari kantor berita Antara

2. Markus terbukti telah menghalang-halangi penyidikan kasus korupsi e-KTP agar tak menyeret namanya

(Ilustrasi eKTP) ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Perbuatan Markus lainnya yang terbukti di persidangan yakni ia telah menghalang-halangi proses penyidikan di mega korupsi itu. Tujuannya, agar namanya tidak ikut diseret oleh saksi atau individu lain yang sudah lebih dulu jadi tersangka. 

Markus meminta kuasa hukumnya, Ahmad Tofik untuk memantau jalannya sidang dakwaan dua terdakwa pertama yakni Irman dan Sugiharto pada 9 Maret 2017. Tujuannya untuk memastikan apakah nama kliennya benar-benar ikut disebut di dalam dakwaan itu. 

Pada 12 Maret 2017, Markus juga memerintahkan Ahmad agar mencari salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi eks anggota DPR Miryam S. Haryani dalam perkara Irman dan Sugiharto. Miryam merupakan satu-satunya saksi yang menyebut secara spesifik bahwa Markus sudah menerima sejumlah duit dari proyek KTP Elektronik. 

Anton akhirnya berhasil mendapatkan BAP itu dan diberi imbalan senilai US$10 ribu. Di dalam BAP Miryam itu, keterangan yang menyebut Markus ikut menerima fee sudah diberi stabilo. Proses penyerahan BAP terjadi di kantor pengacara Elza Syarif yang diketahui pernah didatangi oleh Miryam. Tak berapa lama, Miryam kemudian mencabut semua keterangan yang tertera di BAP tersebut. 

Ancaman agar terdakwa Irman dan Sugiharto tak menyebut nama Markus terjadi saat keduanya sudah berada di dalam rutan di Guntur. Caranya, di dalam rutan itu, Sugiharto memiliki rekan satu sel bernama Amran Hi Mustari. 

Pesan disampaikan oleh Markus kepada kuasa hukum Amran yang bernama Robinson. 

"Cara-cara terdakwa melalui Anton dan Robinson adalah secara tidak langsung untuk mempengaruhi agar Miryam S. Haryani tidak menyampaikan keterangan sesuai dengan BAP sehingga pencabutan keterangan adalah hal yang tidak beralasan atau kebohongan," ujar Hakim Anwar. 

Bahkan, akibat upayanya itu, nama Markus yang semual tertulis di dalam BAP akhirnya hilang. Belum lagi, Markus meminta kepada Sugiharto agar tidak menyebut namanya di persidangan. 

Baca Juga: [BREAKING] KPK Tetapkan Empat Tersangka Baru Kasus Korupsi e-KTP

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya