TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tersangka Zumi Zola Resmi Ajukan Status Justice Collaborator ke KPK

Kira-kira akan dikabulkan oleh KPK gak ya?

ANTARA FOTO/Aprilio Akbar

Jakarta, IDN Times - Gubernur non aktif Jambi Zumi Zola rupanya mengajukan diri menjadi justice collaborator atau saksi pelaku bekerja sama. Ini merupakan sebuah kejutan karena sejak awal mantan politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut mengaku gak pernah menerima uang gratifikasi senilai Rp 6 miliar. 

Kepastian pengajuan saksi pelaku bekerja sama itu disampaikan oleh juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah. Menurut Febri, sama seperti tersangka lainnya, KPK akan melihat keseriusan Zumi dalam memberikan keterangan dalam kasus penerimaan gratifikasi senilai Rp 6 miliar tersebut. Salah satu poin yang paling penting, kata dia, yakni apakah Zumi bersedia mengakui perbuatannya. 

Lalu, sejak kapan Zumi mengajukan permohonan menjadi saksi pelaku yang bekerja sama? Apakah ia bersedia membuka keterlibatan pihak lain yang lebih besar? 

1. Zumi harus mengakui perbuatannya

ANTARA FOTO/Aprilio Akbar

Febri mengonfirmasi Zumi memang telah mengajukan permohonan sebagai justice collaborator. 

"Saya mendapatkan informasi dari penyidik, ZZ (Zumi Zola) mengajukan diri sebagai justice collaborator melalui kuasa hukumnya," ujar pria yang sempat menjadi aktivis anti korupsi itu pada Senin malam (28/5) di gedung KPK.

Sementara, kuasa hukum Zumi, Muhammad Farizi membenarkan kliennya telah mengajukan diri menjadi JC. Sayang, ia gak ingat kapan status JC itu diajukan ke KPK. 

"Kapan (pengajuan JC) itu saya sudah lupa," kata Farizi ketika dikonfirmasi oleh IDN Times pada siang ini. 

2. KPK akan menilai keseriusan Zumi

ANTARA FOTO/Aprilio Akbar

Menurut Febri, pengajuan diri sebagai saksi pelaku bekerja sama merupakan hak dari masing-masing tersangka. KPK nanti akan melihat keseriusan Zumi. 

"Karena kalau pengajuan JC serius, maka itu harus dimulai dari pengakuan perbuatannya, bersikap kooperatif dan membuka peran pihak lain secara signifikan," kata dia. 

Saat ini, penyidik masih fokus terhadap konstruksi perkara mengenai penerimaan gratifikasi. Tetapi, menurut dia, akan lebih baik kalau Zumi membuka akses dan memberikan bukti atas keterangan yang disampaikannya sebagai JC. 

"Ketika tersangka mengajukan permohonan JC, pertama itu merupakan hak dari tersangka, tetapi kemudian tentu ada konsekuensinya," katanya lagi. 

Febri menyebut sebagai mantan kepala daerah, seharusnya Zumi memiliki akses terhadap penganggaran, dokumen dan pihak yang diklaim bisa memperkuat keterangannya. 

3. Zumi Zola tahu ada pemberian uang ketok palu

ANTARA FOTO/Wahdi Setiawan

Pada 9 Mei lalu, Zumi kembali terbang ke Jambi untuk menjadi saksi dalam kasus pemberian uang ketok palu dengan terdakwa Supriyono. Dalam keterangannya selama dua jam, Zumi mengaku baru tahu belakangan kalau ada pemberian uang kepada anggota DPRD usai pengesahan RAPBD 2017. 

"Tahun 2017 memang ada, saya baru tahu juga," ujar Zumi seperti dikutip media lokal, Nuansa Jambi. 

Tetapi, ia mengaku baru tahu usai dilantik menjadi Gubernur Jambi. Informasi soal tradisi ketok palu disampaikan oleh asisten pribadinya, Apif Firmansyah. 

"Saya sempat ditemui Apif. Dia bilang ada permintaan uang dari (anggota) dewan per orang Rp 200 juta. Saya bilang uangnya dari mana," kata Zumi kepada Apif. 

Ia mengaku sama sekali gak tahu soal adanya pemberian uang kepada anggota DPRD pada tahun 2017. Anggota dewan perlu diberi uang, supaya proses pembahasan anggaran di DPRD dengan pemerintah provinsi bisa berjalan lancar dan gak ada interupsi. 

Tetapi, ia mengaku gak tahu apakah uang itu sudah diserahkan atau tidak ke anggota DPRD. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya