TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Urgensi Kemhan Bentuk Komponen Cadangan Dipertanyakan

Pembentukan Komponen Cadangan dinilai terburu-buru

Ilustrasi pasukan militer ketika berlatih (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Jakarta, IDN Times - Koalisi masyarakat sipil mengkritik rencana Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang ingin merekrut warga sipil bergabung ke dalam Komponen Cadangan (Komcad). Komcad merupakan realisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2021 mengenai pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara. 

Koalisi yang terdiri dari beberapa LSM itu pun mempertanyakan urgensi pembentukan Komcad. Apalagi, Kemhan berencana merekrut 25 ribu warga sipil untuk bergabung.

"Kami memandang pembentukan Komponen Cadangan Pertahanan Negara merupakan langkah yang terburu-buru, selain urgensi pembentukannya yang dipertanyakan, kerangka hukum yang digunakan di dalam UU PSDN juga memiliki beberapa permasalahan yang cukup fundamental karena mengancam hak-hak konstitusional warga negara," demikian keterangan tertulis koalisi masyarakat sipil, Selasa (26/1/2021). 

Alih-alih membentuk Komcad, mereka mengusulkan agar pemerintah fokus menuntaskan pekerjaan rumah pada komponen utamanya, yakni TNI. Di antaranya terkait dengan kesejahteraan prajurit TNI.

"Masih banyak pekerjaan rumah yang belum rampung, seperti modernisasi alutsista yang tertatih-tatih karena anggaran yang terbatas, minimnya kesejahteraan prajurit dan beberapa agenda reformasi TNI yang belum tuntas," tutur mereka lagi. 

Sementara, koalisi mayarakat sipil menilai membentuk Komcad yang belum jelas urgensinya tentunya membutuhkan anggaran. Selain itu, mereka juga mengatakan adanya potensi konflik yang bisa terjadi apabila Komcad tetap direalisasikan.

Baca Juga: Kemhan akan Rekrut 25 Ribu Warga untuk Gabung Jadi Komponen Cadangan

1. Komcad berpotensi menimbulkan konflik antarwarga

Ilustrasi personel TNI (ANTARA FOTO/Budi Candra Setya)

Menurut koalisi masyarakat sipil, dalam pembentukan Komcad, warga akan diberi pelatihan militer selama tiga bulan untuk mengatasi ancaman militer, non-militer dan hibrida. Hal tersebut tertulis di dalam Pasal 4 ayat (2) UU PSDN.

Koalisi masyarakat menilai luasnya makna ancaman yang akan dihadapi membuat Komcad bisa dikerahkan untuk menghadapi ancaman keamanan dalam negeri. Misalnya mengatasi bahaya komunisme, terorisme dan konflik di dalam negeri. 

"Hal ini berpotensi menimbulkan terjadinya konflik horizontal di masyarakat. Padahal, pembentukan dan penggunaan komponen cadangan seharusnya diorientasikan untuk mendukung komponen utama pertahanan negara, yaitu TNI, dalam menghadapi ancaman militer dari luar Indonesia," kata koalisi masyarakat sipil. 

Mereka pun mengatakan keberadaan Komcad tidak jelas, apakah personelnya akan dianggap militer atau warga sipil. 

"Nantinya, bisa menimbulkan potensi pelanggaran hukum humaniter internasional khususnya prinsip pembedaan (distinction principle). Prinsip ini secara tegas membedakan dua kategori orang dalam situasi konflik bersenjata internasional, yaitu kombatan dan penduduk sipil," ujar koalisi sipil. 

2. Warga yang bergabung bisa kena sanksi jika menolak penugasan

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan Komcad bersifat sukarela dan konsepnya tidak sama dengan wajib militer. Akan tetapi, koalisi masyarakat sipil mencatat, bagi warga yang memutuskan bergabung dengan Komcad bisa dijatuhi sanksi jika menolak panggilan mobilisasi meski dengan alasan berdasarkan keyakinan dan kepercayaannya. 

Merujuk pada Pasal 77 ayat (1) UU PSDN, sanksi yang dikenakan bagi warga sipil yang menolak penugasan yakni pidana penjara paling lama empat tahun. 

"Tiadanya pasal yang mengatur pengecualian bagi mereka yang menolak penugasan militer karena hal tersebut bertentangan dengan kepercayaannya merupakan pelanggaran Pasal 18 Kovenan Internasional hak sipil dan politik yang melindungi hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hal ini telah ditekankan oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB dalam komentar umum nomor 22," ujar koalisi masyarakat sipil.

Sebagai negara yang masuk ke dalam Kovenan Internasional, mereka menuturkan, Indonesia wajib memastikan adanya pasal yang mengatur pengecualian. 

Baca Juga: Masyarakat akan Dilatih Militer untuk Bela Negara? Ini Penjelasannya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya