Kemhan akan Rekrut 25 Ribu Warga untuk Gabung Jadi Komponen Cadangan

Komcad tidak sama dengan wajib militer, sifatnya sukarela

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pertahanan menargetkan merekrut 25 ribu warga sipil untuk mengikuti program Bela Negara, berupa pelatihan yang disebut Komponen Cadangan (Komcad). Program ini merupakan realisasi dari UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) Nomor 23 Tahun 2019 yang disahkan pada 26 September 2019. 

Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak, tak membantah target awal rekrut sebanyak 25 ribu orang. Namun, ia mengatakan, proses rekrutmen tidak dilakukan dalam waktu dekat. 

"Butuh waktu beberapa bulan ke depan untuk mempersiapkan prosesnya, baik itu perangkat hukum yakni Permenhan, lalu konsolidasi dengan TNI sampai ke tingkatan tertentu, sosialisasi, pendaftaran, seleksi, pelatihan, sampai penetapan resmi sebagai Komcad," ujar Dahnil kepada IDN Times melalui pesan pendek, Jumat (22/1/2021).

Perekrutan warga sipil ini juga merupakan tindak lanjut dari turunan UU Nomor 23 Tahun 2019 yakni Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2021. Ia mengatakan, Permenhan itu rencananya akan dirilis tahun ini. 

Sementara, ketika berbicara di stasiun berita Kompas TV, Dahnil menjelaskan, kriteria warga sipil yang bisa bergabung berusia 18-35 tahun. Mereka akan diberikan pelatihan militer selama tiga bulan. 

1. Komponen cadangan berbeda dengan wajib militer

Kemhan akan Rekrut 25 Ribu Warga untuk Gabung Jadi Komponen CadanganANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Dahnil mengatakan, warga yang tergabung dalam komponen cadangan akan membantu komponen utama yaitu TNI dan Polri. Namun, konsepnya berbeda dengan wajib militer. 

"Di kita sifatnya sukarela, seperti bila Anda yang mau masuk tentara kan tidak ada paksaan. Asal memenuhi persyaratan, lulus seleksi maka bisa masuk tentara," ujar dia. 

Warga yang nantinya disebut tentara cadangan baru akan dikerahkan bila ada instruksi dari presiden dan DPR yang melihat ada situasi darurat. Dahnil tak membantah bila kriteria usia yang bisa direkrut rentang 18 hingga 35 tahun. Bila lulus, nantinya akan diberi pelatihan militer selama tiga bulan. 

"Jadi, nanti akan diberikan pelatihan dasar militer termasuk penggunaan senjata," tutur Dahnil. 

Setelah mereka lulus dari pelatihan tiga bulan, maka akan ditetapkan sebagai komponen cadangan. Ia menambahkan, bila dinilai tidak ada situasi genting, maka warga bisa kembali ke masyarakat dan beraktivitas biasa. 

"Tapi, bila situasinya genting ada perang, bencana alam, maka Anda bisa dimobilisasi sebagai komponen cadangan. Status Anda ketika itu adalah militer aktif," ujarnya lagi. 

Baca Juga: Hari Bela Negara, Ini 6 Fakta UU PSDN yang Menuai Kontroversi

2. Pengamat menilai warga sipil yang diberi pelatihan militer berpotensi jadi milisi

Kemhan akan Rekrut 25 Ribu Warga untuk Gabung Jadi Komponen CadanganIDN Times/Margith Juita Damanik

Sementara, Direktur Eksekutif Lokataru dan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), Haris Azhar, menilai warga sipil yang disiapkan dengan pelatihan militer justru bisa menjadi bumerang. Warga itu bisa berubah menjadi kelompok milisi seperti yang kini sedang terjadi di Papua. 

"Tapi, kan nanti yang bisa ditampung (direkrut) secara sukarela dari profesi tertentu paling hanya 1.000 sampai 2.000. Sisanya siapa? Sisanya akan dipakai slot memanfaatkan kemiskinan untuk dikelola dalam agenda tertentu tanda kutip," kata Haris. 

"Tujuannya nanti akan dimobilisasi operasi-operasi negara pada situasi tertentu, konteks pilkada, ketegangan politik atau bisnis. Ini kan yang terjadi saat ini di lapangan. Silakan kalau omongan saya mau dibantah," ujarnya lagi. 

3. Warga yang masuk Komcad tidak bisa dimobilisasi sembarangan ke lapangan

Kemhan akan Rekrut 25 Ribu Warga untuk Gabung Jadi Komponen CadanganIDN Times/Irfan Fathurohman

Sementara, Dahnil menepis persepsi masyarakat bahwa Komcad hanya digunakan untuk membela agenda tertentu dari pemerintah. Sebab, mobilisasi Komcad membutuhkan persetujuan dari DPR dan presiden. 

"Di dalam UU-nya sudah jelas (mobilisasi) itu dilatarbelakangi bila ada perang, bencana alam, dan peristiwa serupa," kata Dahnil. 

Sedangkan, bila warga tidak dikerahkan untuk membantu situasi genting, maka akan diawasi oleh TNI.

Namun, dalam pandangan Haris, situasi di lapangan tidak demikian. Sebab, justru banyak terjadi konflik horizontal di masyarakat antar suku dan agama karena ada keterlibatan oknum tertentu. 

"Masalahnya tidak ada kontrol negara yang kuat (terhadap mobilisasi ini), apalagi mobilisasinya atas nama negara," ungkap Haris.

https://www.youtube.com/embed/K_aY3V87uvw

Baca Juga: Masyarakat akan Dilatih Militer untuk Bela Negara? Ini Penjelasannya

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya