[Wawancara Eksklusif] Todung Mulya Lubis: Sudah Saatnya Orang Indonesia Masuk Nominasi Nobel
Menurut Todung, Indonesia itu layak mendapat Nobel Perdamaian lho.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Advokat senior Todung Mulya Lubis mengatakan dirinya tidak menyangka ditunjuk oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo menjadi Duta Besar Indonesia di Norwegia. Padahal, ia mengaku tengah menyiapkan awal mula memasuki masa pensiun setelah lebih dari 40 tahun berkarier di dunia hukum.
Kendati sosok pengacara lekat dengan kemewahan dan praktik menyimpang di bidang hukum, namun Todung berusaha jauh-jauh dari perbuatan itu. Ia bahkan menolak berbuat korup dengan memberikan uang kepada polisi, jaksa dan hakim.
"Saya sebagai advokat yang sudah praktik 40 tahun lebih, selalu dapat cerita-cerita seperti itu. Semua itu bukan hal aneh di telinga saya. Sementara, keadilan itu kan bukan objek yang bisa diperjualbelikan, karena berdasarkan fakta yang dipertimbangkan," ujar Todung yang berbincang dengan IDN Times di Wisma Penta pada Kamis (15/03).
Sebagai pribadi yang antikorupsi, Todung pun tegas menolak untuk menangani kasus korupsi. Ia menegaskan itu sudah jadi komitmennya sejak dulu.
"Kalau saya mau, sudah banyak kasus itu yang datang ke saya," katanya lagi.
Prinsip dan komitmen itu ia peroleh ketika bertugas di Lembaga Bantuan Hukum. Pada tahun 1991, Todung akhirnya bisa mendirikan kantor pengacara sendiri dengan nama The Law Office of Mulya Lubis and Partners. Tetapi, belakangan kantornya lebih dikenal dengan nama Lubis Santosa dan Maulana Law Offices.
Selain aktif di bidang hukum karena sesuai latar belakang pendidikannya, Todung juga peduli terhadap isu Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan, ia termasuk salah satu orang yang menentang pemberlakuan hukuman mati di Indonesia. Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu sempat menjadi kuasa hukum bagi dua terpidana mati kasus narkoba Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Walau sudah memohon agar diberikan grasi oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo, namun keduanya tetap dieksekusi mati di Pulau Nusakambangan pada 2015 lalu. Todung juga menulis buku mengenai HAM yang diberi judul "Jalan Panjang Hak Asasi Manusia" dan terbit tahun 2005.
Maka, dengan sederet rekam jejak itu, tak heran kalau Jokowi menempatkan Todung di Norwegia. Salah satu negara Skandinavia itu juga termasuk negara yang menjunjung tinggi HAM dan menjadi markas Komite Nobel.
Hal lain yang cukup mencolok yakni indeks kebahagiaan warganya yang selalu berada di posisi teratas.
"Mungkin Pak Jokowi menilai saya sudah tidak happy lagi. Saya sudah mendekati usia 70 tahun. Jadi, buat saya ini early retirement. Semoga saya bisa menuis novel dan puisi di sana, tetap sehat dan kembali ke Indonesia," katanya yang diselingi tawa.
Lalu, apa aja hal yang akan dilakukan Todung saat menjejakan kaki di Norwegia nanti? Mungkinkah ada warga Indonesia yang masuk nominasi Nobel tahun ini? Yuk, simak perbincangan singkat IDN Times dengan Bang Todung:
Baca juga: Pemenang Nobel Perdamaian Ingatkan Potensi Perang Nuklir
1. Mengapa akhirnya Bang Todung bersedia menerima tawaran Pak Jokowi untuk ditempatkan di Norwegia?
Norwegia itu negara yang sangat progresif dalam bidang Hak Asasi Manusia (HAM). Indonesia melakukan kerja sama dengan Norwegia di bidang tersebut dalam beberapa hal. Kerja sama itu dilakukan antara Norwegia dengan Mahkamah Agung, Kementerian Luar Negeri dan Kemenkum HAM.
Kemudian ada pula kerja sama di antara swasta dan NGO. Tugas saya adalah bukan saja mempertahankan tetapi juga meluaskan kerja sama HAM itu. Jadi, saya melihat ada kelanjutan pekerja saya yang mula-mula tingkat nasional, regional dan sekarang sudah menjadi lebih luas.
Sekarang kan ada hadiah Nobel, itu kan hadiah yang sangat penting dalam perjuangan HAM. Kami juga ingin memperjuangkan orang Indonesia untuk bisa dipertimbangkan dan kalau mungkin menang dalam memperoleh hadiah Nobel itu.
Baca juga: Ketahui Hakmu! 11 Hak Asasi Ini Pasti Belum Kamu Ketahui
Baca juga: 13 Bukti Nyata Kalau Hak Asasi Manusia Orang Itu Bisa Dirampas dengan Seenaknya