TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Beberapa Alasan Kenapa Gerai 7-Eleven Tutup di Indonesia

Sevel resmi ditutup, berikut ini penyebabnya.

strategimanajemen.net

Sevel atau Seven Eleven adalah salah satu tempat yang sempat sangat di gandrungi oleh masyarakat khususnya kalangan muda, untuk bersantai dan nongkrong dengan teman - teman, Seiring dengan berjalannya waktu pamor dari Sevel kian menurun. Dan pada tahun 2017 ini, Sevel resmi menutup semua gerainya yang ada di Indonesia. Hal ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat karena diketahui Sevel selalu ramai dengan anak-anak muda yang nongkrong disana. Kira - kira apa saja sih penyebab  ditutupnya Sevel? Berikut penjelasannya

1. Larangan minimarket menjual minuman beralkohol.

poskotanews.com

Dikutip dari kompas.com, Penurunan penjualan Sevel juga akibat larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minol. Aturan tersebut mulai berlaku efektif 17 April 2015. Padahal kenyataannya salah satu produk yang diminati di Sevel adalah beer-nya. Hal ini membuat customer yang biasa membeli beer atau sejenisnya di Sevel beralih ke tempat lain.
 

2. Toko yang tidak mencapai target.

goodmorningjakarta.wordpress.com

Dikutip dari liputan6.com, beberapa gerai Sevel terpaksa ditutup karena tidak mencapai target penjualan. Penutupan toko tersebut untuk mengurangi kerugian akibat beban biaya operasional seperti membayar pajak, dan kewajiban membayar listrik dan sewa.

"Salah satunya minuman beralkohol itu dilarang jadi penjualannya berkurang, penurunan pembelian snack-snack seperti kacang-kacangan juga, dan sebagian karena untuk toko-toko yang performanya turun dia tidak bisa bayar listrik. Supaya kita tidak terlalu rugi banyak, mau tidak mau tutup," ujar Tina.

Ia mengatakan ada juga sebagian toko yang masa sewanya habis tahun ini di tambah kinerjanya tidak sesuai target. Dengan begitu, perusahaan melakukan review atau evaluasi ulang sehingga menurutnya penutupan ini adalah hal yang wajar.

3. Salah strategi pemasaran.

solo.tribunnews.com

Model yang digunakan oleh Sevel adalah minimarket premium serta cafe didalam satu tempat, tapi sepertinya hal ini dirasa kurang pas dengan pasar di Indonesia. Menurut Yodhia Antariksa yang di kutip dari strategimanajemen.net Sevel mungkin contoh penerapan strategi produk yang stuck on the middle. Ndak jelas. Mau menghadirkan layanan premium seperti Starbucks, tidak bisa. Mau gunakan prinsip supermarket efisien seperti Indomaret, namun sudah telanjur terkesan premium produknya – karena harus menyewa lahan di lokasi strategis yang amat mahal.

4. Salah target sasaran.

koran-jakarta.com

Sevel menjual berbagai macam cemilan atau snack, kopi, makanan berat yang perlu dipanaskan dan lainnya. Tapi rupanya hal tersebut menjadi boomerang bagi Sevel, karena pada kenyataannya daya beli dari masyarakat rendah. Banyak anak muda yang datang ke Sevel hanya membeli soft drink tapi nongkrong berjam-jam. Sehingga pemasukan yang didapat tidak sebanding dengan cost yang harus dikeluarkan Sevel.

Mungkin pada awalnya Sevel mengharapkan bahwa customer yang datang akan membeli makanan premium yang mereka jual sambil bersantai seperti di Starbucks, tapi kenyataannya tidak seperti itu. Customer idaman Sevel itu hanya berjumlah sedikit, berbanding terbalik dengan jumlah anak- anak muda yang nongkrong berjam-jam walau hanya membeli ciki atau soft drink saja.

Writer

Sarah Apriliana Rosyadi

Instagram : @itsarahrosy YouTube : Sarah Apriliana Rosyadi

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya