Bertaruh Nyawa, Berjuang Melawan Ganasnya COVID-19
Presiden Jokowi sebut kondisi COVID-19 pada Juli mengerikan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Juli 2021. Suara telepon terus berdering tak henti-henti di ruangan Call Center Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi, Jawa Barat. Semua pesan yang masuk isinya sama, meminta tolong untuk menjemput dan memakamkan jenazah penderita COVID-19.
Rinto Butarbutar, petugas BPBD Kota Bekasi yang juga pemegang komando bergerak cepat. Dia mengarahkan timnya menuju lokasi, menjemput dan memakamkan jenazah penderita COVID-19. Tak pandang tempat, tim menjemput jenazah di mana pun mereka berada, tak terkecuali di gang sempit atau pun di lantai paling atas sebuah rumah susun.
Rinto yang juga terjun langsung ke lokasi mengungkapkan, menjemput jenazah COVID-19 di gang-gang sempit bukanlah pekerjaan mudah. Sebab, mereka harus berjalan ratusan meter menyusuri gang-gang sempit sambil mengangkut jenazah dengan badan yang dibungkus alat pelindung diri (APD) lengkap, sehingga membuat dia dan timnya cepat merasa lelah. Tak jarang, di tengah jalan mereka harus beristirahat hanya sekadar mengambil napas panjang.
Namun, kondisi ini sedikit pun tak menyurutkan semangat Rinto dan timnya untuk terus memberikan pertolongan kepada warga. Ia mengatakan, semua dijalankan dengan ikhlas.
"Kita bantu semua, kasihan juga keluarga kalau ada keluarganya meninggal tapi didiamkan berjam-jam," kata Rinto kepada IDN Times, 15 Juli 2021.
Berbagai kondisi pun mereka jumpai saat menjemput jenazah COVID-19. Pernah suatu ketika, Rinto dan timnya saat tiba di rumah duka menemukan jenazah masih dalam keadaan terjatuh di kamar mandi. Posisinya terlentang seperti orang habis terjatuh.
Jenazah tersebut, kata Rinto, sebelum meninggal tengah menjalani isolasi mandiri sendirian di rumahnya, di Mustika Jaya, Bekasi. Keluarga tak ada yang mendampingi, hanya dipantau melalui telepon selular.
"Anaknya telepon bapaknya gak diangkat, mungkin komunikasi dengan warga di sana ternyata sudah meninggal," ucap Rinto.
Pernah juga saat tiba di rumah duka, Rinto dan timnya menemukan jenazah masih dalam keadaan polos, belum dimasukkan ke dalam kantong jenazah ataupun peti.
"Jadi keluarga di rumah mereka juga gak berani, jadi gak bisa berbuat apa-apa, mereka juga gak tahu protokolnya gimana," lanjutnya.
Kondisi serupa juga dijumpai Tim Tanggap Bencana Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang bertugas menjemput jenazah COVID-19 di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).
Beberapa kali tim pemulasaran jenazah Baznas harus mengevakuasi jenazah yang sudah mengeluarkan bau, dan bahkan sudah mengeluarkan cairan. Wakil Kepala Tanggap Bencana Baznas Taufik Hidayat mengatakan, kondisi ini terjadi karena keluarga atau warga tak berani menyentuh jenazah COVID-19, sehingga tak jarang membiarkan jenazah begitu saja di dalam kamar atau di dalam ruangan selama berjam-jam.
"Ada yang meninggalnya jam 1 dini hari, telepon ke kami jam 7 malam, ada yang meninggalnya jam 3 dini hari, telepon ke saya jam 2 sore," cerita Taufik kepada IDN Times, 21 Juli 2021.
Alasan keluarga baru menghubungi tim Baznas setelah beberapa jam kematian, karena sudah membuat laporan ke puskesmas setempat, namun ada antrean sehingga jenazah tak kunjung dievakuasi.
Bila kondisi jenazah sudah demikian, tim pemulasaran jenazah Baznas harus ekstra hati-hati saat mengevakuasi jenazah tersebut.
"Sudah ada yang sempat bau, rata-rata kan kalau meninggal karena penyakit menimbulkan bau ya, mungkin hampir lebih dari 12 jam, bahkan kalau yang saya temukan meninggal jam 1 dini hari dan saya evakuasi jam 10 malam, itu sudah berair dan itu kami lebih hati-hati," kata Taufik.
Tantangan lainnya yang juga ditemui tim penjemput jenazah yakni ketika harus membawa jenazah dari lantai empat atau lantai paling atas sebuah rumah susun. Dengan menggunakan APD lengkap, tim harus meniti tangga rusun dari lantai paling atas ke lantai paling bawah sambil membawa jenazah.
"Luar biasa, harus meniti tangga demi tangga sampai bawah," kata Taufik.
Bekerja mengevakuasi dan memakamkan jenazah COVID-19 berkejaran dengan waktu. Sebab, jenazah harus segera dibawa untuk dimandikan dan dimakamkan, jika tidak akan menimbulkan dampak yang lain.
"Kami berusaha cepat mengevakuasi, ketika ada antrean di TPU, kami akan sampaikan ke keluarga agar mereka tahu dan setelah selesai kami akan langsung meluncur," ujar Rinto.
Hingga pertengahan Juli 2021, puluhan dan bahkan ratusan jenazah COVID-19 telah dievakuasi dan dimakamkan oleh Tim Tanggap Bencana Baznas dan Tim BPBD Kota Bekasi. Bahkan pernah dalam sepekan, Tim BPBD Kota Bekasi harus mengevakuasi 193 jenazah.
Baca Juga: Jokowi: Juli Lalu Kondisi COVID-19 di Indonesia Sangat Ngeri
Puluhan ribu nyawa melayang akibat COVID-19 selama Juli
Tingginya angka kematian akibat COVID-19 membuat Juli 2021 menjadi masa paling menyedihkan dan kelam bagi Indonesia, sejak kasus pertama COVID-19 di Tanah Air diumumkan oleh Presiden Joko widodo atau Jokowi pada 2 Maret 2020.
Bahkan Presiden Jokowi menyebut kondisi COVID-19 pada Juli sangat mengerikan. "Dari pertengahan Juli lalu kita berada di 56 ribu kasus harian, sangat ngeri sekali saat itu. Kalau datang ke rumah sakit, kalau melihat Wisma Atlet, datang ke daerah, semua utamanya Jawa-Bali saat itu sedang dalam kondisi yang BOR (Bed Occupancy Rate)-nya sangat tinggi di atas 90 persen,” kata Jokowi, Rabu (24/11/2021).
Di bulan Juli, angka kematian akibat COVID-19 melonjak pesat. Hampir setiap hari lebih dari seribu orang di Indonesia meninggal karena virus yang berasal dari Wuhan, Tiongkok itu. Puncaknya pada 27 Juli 2021. Dikutip dari data covid-19.go.id, jumlah kasus kematian pada tanggal ini sebesar 2.069 jiwa.
Berdasarkan data resmi dari Satgas Penanganan COVID-19, akumulasi angka kematian di Tanah Air pada Juli 2021 mencapai 35.574. Angka ini jomplang bila dibandingkan Juni 2021, yang berjumlah 7.913.
Seiring tingginya angka kematian, kasus positif COVID-19 selama Juli 2021 melesat memecahkan rekor. Tercatat jumlah kasus positif COVID-19 selama Juli saja mencapai 1.253.193, tertinggi selama pandemik COVID-19 melanda Indonesia dari Maret 2020 sampai 28 November 2021, atau sekitar 29 persen dari total kasus positif hingga 28 November 2021, yang berjumlah 4.255.936 kasus.
Sebagian besar penderita COVID-19 yang meninggal pada Juli 2021 adalah mereka yang menjalani isolasi mandiri. Organisasi pemantau wabah, LaporCovid-19 melaporkan, 2.833 orang Indonesia meninggal ketika menjalani isolasi mandiri di rumah.
Data Analis Lapor Covid-19, Said Fariz Hibban menjelaskan, DKI Jakarta jadi provinsi dengan penyumbang kasus kematian isolasi mandiri terbanyak di seluruh Indonesia, totalnya 1.214 kasus, kemudian disusul Jawa Barat 683 kasus, dan Yogyakarta 250 kasus.
"Setelah kami temukan (untuk kasus kematian pasien saat isolasi mandiri dan di luar rumah sakit) provinsi terbanyak yaitu DKI Jakarta, bukan Jawa Barat lagi," ujar Said dalam konferensi pers virtual, Kamis 22 Juli 2021.
Di Jawa Barat saja, berdasarkan catatan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), dalam 7 hari (30 Juni-6 Juli 2021) setidaknya terdapat 446 pasien isolasi mandiri di 12 kabupaten/kota yang meninggal.
Tingginya angka kematian akibat COVID-19 membuat sejumlah tempat pemakaman umum (TPU) di Jakarta dan sekitarnya hampir penuh. Kepala TPU Rorotan Sukino menuturkan, total jenazah yang dimakamkan dengan prosedur tetap COVID-19 hingga 8 Juli 2021 mencapai lebih dari 2.000 jenazah.
"Untuk pemakaman per tanggal 7 sampai 8 (Juli) itu sekitar 2.780-an, untuk tanggal 7 (Juli) sekitar 200 pemakaman, dan untuk kemarin closing 233, tertinggi kemarin," kata Sukino.
Di Kabupaten Bekasi, ada 2 TPU yang dilaporkan hampir penuh, yakni TPU Mangunjaya Tambun Selatan dan TPU Pasirtanjung Kecamatan Cikarang Pusat. Dalam sehari, petugas menguburkan puluhan jenazah yang meninggal dunia akibat terpapar COVID-19.
Baca Juga: [LINIMASA-8] Perkembangan Terkini Pandemik COVID-19 di Indonesia