TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

DPR Ajak Pemerintah Mencari Solusi Terbaik dari Gerakan Indonesia tanpa Pacaran

Tiap gerakan pasti ada latar belakang

IDN Times/Sukma Shakti

Jakarta, IDN Times – Gerakan Indonesia Tanpa Pacaran (ITP), yang dideklarasikan pada Minggu (15/4), di Islamic Center Bekasi, Jawa Barat, sukses membuat heboh masyarakat. Gerakan tersebut bertujuan untuk mengembalikan lagi syariat Islam, agar pasangan bisa langsung menikah tanpa pacaran.

Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher mengatakan dengan adanya metode taaruf tersebut, bisa mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan saat pacaran.

Baca juga: Pendapat Menag Lukman soal 2 Pelajar SMP 'Ngebet' Nikah di Bantaeng

1. Taaruf mengurangi kehamilan di luar pernikahan

Shutterstock

Menurut Ali, gerakan yang dicanangkan tersebut bisa mengurangi kehamilan di luar nikah pada saat pacaran. Hal tersebut akan mengurangi beban dosa dan juga kesalahan agar tidak ada lagi anak yang lahir tanpa sosok ayah.

“Artinya tidak pacaran itu untuk supaya mengurangi, meniadakan beban dosa, beban kesalahan agar tidak lagi banyak anak yang lahir tanpa bapak. Sekarang ini banyak pacaran bebas punya anak, gak nikah. Itu persoalan,” ujar Ali di Komisi VIII, Gedung DPR RI, Senin (16/4).

Perkara gerakan yang baru dibuat tersebut, Ali menyampaikan bahwa setiap gerakan pasti memiliki latar belakang masalah.

“Oleh karena itu kita dorong, kalau perlu masa taaruf itulah yang memberikan dorongan. Supaya jangan lama-lama pacaran,” ucapnya.

2. DPR sambut baik rencana Kementerian PPPA revisi UU

IDN Times/Teatrika Putri

Pernikahan dini yang kini menjadi polemik di Indonesia, kata Ali, DPR RI, terutama Komisi VIII, mendorong kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk melakukan revisi UU 174 tentang perkawinan. Namun, ia menyarankan pemerintah harus lebih hati-hati dalam pembahasan revisi UU tersebut.

“Kajian yang mendalam terhadap UU itu dari aspek sosiologisnya, dari aspek ke politisnya, dari aspek filosofinya, dan juga aspek-aspek legalitasnya itu perlu dilakukan, sehingga perlu adanya kehati-hatiaan dalam membahas itu,” kata Ali.

3. DPR juga akan mendorong kementerian lainnya untuk revisi UU

IDN Times/Sukma Shakti

Tidak hanya mendorong kepada Kementerian PPPA saja, DPR RI juga akan mendorong kementerian lainnya seperti kementerian agama, kementerian hukum dan HAM, dan kementerian lainnya.

“Nah itulah perlu DPR mendorong kepada pemerintah untuk melakukan kajian itu bersama stakeholder yang lain,” jelasnya.

4. Revisi UU harus ada kajian mendalam

IDN Times/Sukma Shakti

Menurut Ali sendiri, dalam perkara pernikahan dini ini, harus ada kejelasan sisi mana yang akan disoroti untuk direvisi. Pengertian dewasa sendiri ada yang 18 tahun, 19 tahun, bahkan menurut hukum perdata adalah 21 tahun.

“Nah oleh karena itu yang mau disoroti itu dari sisi apanya. Kan anak bagi konsep sosiologi Indonesia, kan anak bisa jadi potensi ekonomi. Masyarakat pertanian, masyarakat di mana-mana itu kan anak jadi potensi ekonomi,” ucap Ali.

Sehingga, lanjutnya, dalam kasus revisi UU tentang perkawinan yang akan menaikkan usia, harus ada kajian mendalam, agar anak juga tidak menjadi kajian ekonomi jangka pendek, melainkan memilih kemandirian jangka panjang.

Baca juga: Marak Pernikahan Dini, Pemerintah akan Ubah Usia Minimal Menikah

 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya