Eks Dirut BNI Akui Ada Kelemahan Pengawasan saat Pembobolan
Imbas kasus ini, banyak direksi BNI kala itu diberhentikan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kasus pembobolan kas BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif senilai total Rp1,7 triliun pada 2003, tengah menjadi pembahasan publik.
Saat itu, BNI dinilai lalai dalam pengawasan terutama saat memeriksa kelengkapan dan keabsahan dari L/C yang diajukan PT Gramarindo Mega Indonesia, dalang dari kasus pembobolan.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk periode 2003-2008, Sigit Pramono, mengatakan bahwa keterlibatan internal BNI dalam pembobolan tersebut tentu akan memudahkan kejahatan. Sebab, administrasi dalam bentuk apa pun, sekali pun kertas koran, pasti tetap akan diloloskan.
"Jadi temuan itu memang sudah ketahuan setelah terakumulasi karena masalahnya, jangankan L/C yang fiktif, kertas koran pun kalau diajukan pada waktu itu, juga akan disetujui oleh oknum BNI itu," kata Sigit dalam acara webinar yang digelar IDN Times, Jumat (10/7/2020).
Baca Juga: Maria Pauline Tertangkap, Eks Dirut BNI: Sulit Berharap Uang Kembali
1. Kejahatan pembobolan tetap bisa berjalan saat itu karena adanya orang dalam
Menurut Sigit, pada waktu itu tentu akan mudah pagi pelaku untuk membobol kas BNI, karena ada bantuan dari orang di internal. Ia menuturkan, kejahatan perbankan memang kerap menggunakan orang dalam agar rencana menjadi mulus.
"Karena dia penjaga gawangnya. Kejahatan perbankan selalu melibatkan orang dalam. Setelah terakumulasi memang diketahui kalau jumlahnya besar," ucap Sigit.
Baca Juga: Begini Awal Mula BNI Membongkar L/C Fiktif Senilai Rp1,7 Triliun