TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pasal 46 Dihapus dari UU Cipta Kerja, Istana: Harusnya Itu Tidak Ada

Penghapusan Pasal 46 bagian dari administratif

Staf Khusus Presiden RI, Dini Purwono (Twitter/@dini_purwono)

Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Presiden Joko "Jokowi" Widodo Bidang Hukum, Dini Purwono, menjelaskan tentang penghapusan Pasal 46 tentang Minyak dan Gas Bumi dari Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Menurut Dini, penghapusan pasal tersebut karena memang seharusnya tidak berada di undang-undang yang kini masih mendapat penolakan dari beberapa kalangan itu.

"Intinya, Pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final, karena dalam rapat Panja (Panitia Kerja) memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing," kata Dini dalam keterangan tertulis, Jumat (23/10/2020).

Baca Juga: Wuih! PKS Temukan Pasal Selundupan dalam Draf UU Cipta Kerja?

1. Penghapusan Pasal 46 bagian dari administratif

Staf Khusus Presiden RI, Dini Purwono (Twitter/@dini_purwono)

Dini menjelaskan, penghapusan Pasal 46 dari UU Cipta Kerja memang sudah dibahas di Panja Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Karena kesepakatannya adalah mengembalikan pasal tersebut ke undang-undang yang sudah ada, yaitu UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas.

Ia pun menegaskan bahwa Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) tidak mengubah isi substansi UU Cipta Kerja. Dini menegaskan, apa yang dilakukan Kemensetneg justru mengembalikan substansi undang-undang seperti yang telah disepakati dengan DPR sebelum undang-undang disahkan.

"Dalam hal ini, penghapusan tersebut sifatnya administratif atau typo, dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui dalam rapat Panja Baleg DPR," kata Dini.

2. Penghapusan Pasal 46 justru sejalan dengan substansi UU Cipta Kerja yang telah disepakati DPR dan pemerintah

Staf Khusus Presiden RI, Dini Purwono (Twitter/@dini_purwono)

Dini mengungkapkan, koreksi dari Kemensetneg tersebut justru mengembalikan UU Cipta Kerja sesuai substansi. Sehingga, ketika Kemensetneg melihat Pasal 46 masih berada dalam UU Cipta Kerja, Setneg langsung mengomunikasikan hal tersebut kepada DPR.

"Penghapusan Pasal 46 tersebut justru menjadikan substansi menjadi sejalan dengan apa yang sudah disepakati dalam rapat Panja," ucapnya.

Alur pembentukan undang-undang (IDN Times/Sukma Shakti)

3. Baleg menyebut Pasal 46 memang seharusnya tidak ada dalam UU Cipta Kerja

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) didampingi Menkumham Yasonna Laoly (kedua kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menerima laporan akhir dari Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi (bawah) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman sebelumnya menjelaskan tentang penghapusan Pasal 46 dalam UU Cipta Kerja. Di dalam versi UU Cipta Kerja sebanyak 812 halaman, Pasal 46 masih masuk di dalamnya. Namun, pada versi  1.187 halaman, di mana undang-undang tersebut telah dikoreksi Kemensetneg, Pasal 46 sudah dihapus.

"Terkait Pasal 46 yang koreksi itu, itu benar. Jadi kebetulan Setneg yang temukan, jadi itu seharusnya memang dihapus. Karena itu kan terkait dengan tugas BPH Migas," jelas Supratman saat dihubungi, Kamis (22/10/2020).

Supratman menyebutkan, awalnya pemerintah mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, DPR tidak menyetujui usulan tersebut dalam pembahasan di Panja RUU Cipta Kerja Baleg DPR.

"Atas dasar itu kami bahas di Panja, tapi diputuskan tidak diterima di Panja. Tetapi dalam naskah yang tertulis itu, yang kami kirim ke Setneg, ternyata masih tercantum ayat 1-4. Karena tidak ada perubahan, oleh Setneg itu mengklarifikasi ke Baleg," tutur Supratman.

Baca Juga: Beda dari Demokrat-KSPI, PKS Pesimis Legislative Review UU Cipta Kerja

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya