Hari Kemerdekaan Pers Sedunia 2019 Soroti Ancaman Peliputan Pemilu
"Tanpa jurnalisme tidak ada demokrasi"
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Addis Ababa, IDN Times – Peringatan Hari Kemerdekaan Pers sedunia, World Press Freedom Day 2019, dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azouylay, di markas pusat Uni Afrika di Addis Ababa, Ethiopia, Kamis (2/5).
Dalam sesi pleno pembukaan, Audrey Azoulay yang sebelumnya menjabat Menteri Kebudayaan Prancis mengajak 1.500-an peserta yang hadir di Auditorium Nelson Mandela untuk menguatkan komitmen mendukung kemerdekaan pers. “Tugas jurnalis sangat banyak. Tanpa jurnalis, tidak ada jurnalisme,tanpa jurnalisme tidak ada demokrasi” ujar Azoulay.
Dia juga mengumumkan mulai Juni 2019, UNESCO yang merupakan organ Perserikatan Bangsa-Bangsa yang antara lain mengurusi media, akan meluncurkan kampanye mendukung perempuan jurnalis. Salah satu sesi penting dalam rangkaian kegiatan #WPFD2019 yang berlangung tanggal 1-3 Mei, adalah lab bagaimana menangani pelecehan terhadap perempuan jurnalis di ranah internet.
Sesi pleno pembukaan dihadiri juga oleh Presiden Republik Demokratik Federal Ethiopia, Sahle-Work Zewde. Presiden perempuan pertama di Ethiopia itu berbagi transisi demokrasi yang tengah dilakukan di Ethiopia, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Abiy Ahmed. PM Abiy yang menjabat sejak April 2018 itu membebaskan semua tahanan jurnalis dan aktivis. Ethiopia sebelumnya dikenal sebagai negara yang paling banyak memenjarakan jurnalis.
World Press Freedom Day 2019 memgusung tema “Media for Democracy, Journalism and Elections in Times of Disinformation”. Setiap hari ada 10-12 sesi membahas tantangan bagi media untuk menjadi pilar penting demokrasi, terutama bagi para jurnalis yang bekerja di era maraknya informasi palsu.
Apa saja agenda yang dibahas dalam pembukaan #WPFD2019?
Baca Juga: Fakta-Fakta Perayaan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia
1. Serangan terhadap media dan jurnalis kian ganas, kredibilitas media jadi sorotan
Pleno sesi I di pembukaan #WPFD2019, yang menghadirkan Dirjen UNESCO dan Presiden Ethiopia membahas tema memperkuat peran media menghadapi tantangan baru. “Dalam kasus pemilu di negara di kawasan Afrika, misalnya, kita melihat bagaimana peran media diambil alih oleh percakapan di media sosial, yang tentu tidak semuanya benar,” kata Vera Songwe, sekretaris eksekutif Komisi Ekonomi UN untuk Afrika.
Retorika menjatuhkan kredibilitas media, terutama saat meliput pemilu, sudah sampai di tahap mengkhawatirkan.
Dibahas juga bagaimana di sejumlah negara para pemimpin politik menyerukan boikot media yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka. “Politisi menggunakan media sebagai saluran propaganda agenda mereka,” kata Afrah Nasser, blogger dari Yaman.
Afrah memenangi Award Kemerdekaan Pers Internasional 2017 yang disampaikan oleh Komisi Untuk Proteksi Jurnalis, CPJ. UNESCO, misalnya, sejak tahun 2017 tidak lagi menggunakan istilah #fakenews yang kerap digunakan untuk mendiskreditkan media. Mereka menegaskan apabila fake, alias palsu, sudah pasti itu bukan news alias berita.
Baca Juga: Ironi Hari Pers Nasional: Lupa Soal Kekerasan Terhadap Wartawan