Wawancara Hariman Siregar : 20 Tahun Reformasi, Pembangunan untuk Siapa?
Konflik politik tak perlu diintervensi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Gaya bicara Hariman Siregar tetap sama. Semangat. Meledak-ledak. Hangat. Membawa rasa gelisah. Kita bisa menangkap semua rasa itu bahkan saat berbicara dengannya lewat sambungan telepon. Tokoh aktivis mahasiswa yang memimpin demo pemicu meletusnya kerusuhan Malari, akronim dari Malapetaka 15 Januari 1974, berada di Yogyakarta sejak Jumat pekan lalu.
“Ini sebenarnya kita merayakan Indemo. Pas juga dengan peristiwa Malari. Sengaja saya buat di Yogyakarta. Saya mau tanya sama orang-orang di Yogya ini. Bagaimana ini reformasi?” ujar Hariman ketika dikontak IDN Times, Senin pagi (15/1/2018). Hari ini tepat 44 tahun geger Malari.
Baca juga: Geger Malari 44 Tahun Lalu, Ini Versi Laksamana Sudomo
Hariman, kini 67 tahun, menggelar acara bertajuk “Mengembalikan Reformasi Yang Kita Mau” di kawasan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Indemo adalah organisasi yang didirikan Hariman dan teman-teman penggiat mahasiswa angkatan 70-an. Berikut cuplikan wawancara dengan Hariman Siregar.
1.Benang merah peristiwa Malari dengan kondisi sekarang masih sama
Terus-menerus mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap agenda reformasi menjadi bagian dari DNA Hariman dkk, meskipun rezim demi rezim berganti. “Benang merah dari yang kami lakukan jelang Malari, sampai hari ini masih sama. Kemiskinan masih menganga. Kesenjangan sosial masih timpang,” kata Hariman.
Dia mengakui tak ingin dianggap berlawanan dengan Pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo saat ini. “Dulu kita melawan rezim yang otoriter. Sekarang kita hidup di era demokrasi prosedural. Memang bebas mengemukakan pendapat. Tidak ditangkapi. Tapi juga belum tentu didengar hahaha,” kata Hariman sambil tergelak.
Menurut dokter lulusan Universitas Indonesia yang mengelola Klinik Medis Baruna ini, yang juga masih relevan adalah pertanyaan besar tentang strategi pembangunan nasional yang masih bertumpu kepada modal asing.
“Dulu saat demo jelang Malari kami menyoal investasi asing, dari Jepang, membanjirnya produk Jepang. Sekarang masih relevan? Iya juga. Sekarang ramai juga bicara investasi dari Tiongkok. Seperti Anda bilang, Freeport lah. Ya kalau memang seperti ini, pemerintah sampaikan secara transparan apa strategi pembangunannya. Bagaimana peran modal asing. Kalau memang masih perlu duit asing, ya gak perlu khawatir dengan kritik sebagian publik. Jelaskan saja mengapa, dan apa yang akan dilakukan,” kata Hariman.