TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dokter RSUI: Jangan Cuma Ribut BOR, Kasus COVID Bisa Banjir Bandang!

Dokter RSUI sarankan Kemenkes benahi dulu masalah di pusat

Ambulans bersiap memasuki Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (14/6/2021). Berdasarkan data pengelola RSDC Wisma Atlet, tingkat keterisian atau bed occupancy rate (BOR) pasien positif COVID-19 mencapai 80,68 persen yang dirawat pada tower 4, 5, 6, dan 7 (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Jakarta, IDN Times - Manajer Pelayanan Medik Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Rakhmad Hidayat memintah pemerintah jangan hanya ribut soal Bed Occopancy Rate (BOR) dan ketersediaan kamar saat kasus COVID-19 di tanah air melonjak. Dia mengatakan pembenahan harus dilakukan dari pusat, jika tidak maka kasus akan tidak terbendung.

"Jadi jangan cuman ribut di BOR dan ketersediaan kamar. Stop hulunya, kasih relaksasi ke hilir. Ini banjir bisa bandang," cuit dr Rakhmad Hidayat melalui akun Twitternya @dayatia pada Senin (21/6/2021).

Melalui unggahan di media sosial, ia pun memberikan saran kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait hal yang harus dilakukan untuk menghadapi naiknya kasus COVID-19. Apa saja?

Baca Juga: Kasus COVID-19 Melonjak, Menkes Akan Atur Prioritas Pasien di RS

1. Raih kepercayaan RS dan Nakes

Menurut Rakhmad kepercayaan RS dan Tenaga Kesehatan (nakes) pelu diraih dengan cara membayar tagihan dispute RS dan insentif nakes, karena ia mengatakan pihak yang didorong untuk menaikkan kapasitas adalah RS, dan yang mengobati yaitu nakes.

"Kalau mereka ragu soal pembayaran, bagaimana mereka berani melayani? Ada tagihan-tagihan yang harus dibayar RS-RS jatuh tempo," cuit Rakhmad.

2. Memastikan aliran obat

Setelah membayar tagihan dispute RS dan insentif nakes, Rakhmad mengatakan baru akan ada modal untuk menambah ruangan, Bahan Medis Habis Pakai (BHMP), obat dan nakes. Tetapi, menurutnya negara harus memastikan aliran obat tersebut.

"Jangan sampai ada spekulan-spekulan sehingga barang hilang dan meningkat harganya kayak masker tahun lalu. Ada contoh-contoh lain sih, tapi saya gak berani ngetwitnya hahaha," cuit dia.

3. Membatasi mobilisasi

Mobilisasi menurut Rakhmad perlu dibatasi namun hanya pada daerah-daerah tertentu saja dengan memperlambat aktivitas apapun yang dapat diperlambat. Ia juga mengatakan daerah yang sudah aman seperti Bali dapat beraktivitas namun tetap menggunakan masker.

Selain itu, Rakhmad menyebut bahwa hanya dua hal yang tidak dapat menunggu yaitu cari nafkah dan berobat. Oleh karena itu, Rakhmad meminta Kemenkes untuk fokus disitu saja.

Bahkan, ia mengatakan semua PNS perlu dirumahkan dan menghentikan semua kegiatan ASN selama dua minggu.

"Yang ketiga, WFH kan semua PNS. Stop semua kegiatan ASN 2 minggu. Tapi minta pemantau ketat mereka ada di rumah terus," cuitnya.

"PNS aman. Gak ngapa2in tetap dibayar. Bisa libur. Agenda bisa break," lanjutnya.

Baca Juga: PERSI: Kalau Ada Rumah Sakit COVID-kan Pasien, Itu Oknum!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya