Ini 5 Contoh Kemunduran HAM di Indonesia Menurut Amnesty Internasional
Amnesty Internasional: 2017 adalah Tahun Politik Kebencian
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Secara serentak di seluruh dunia, terpusat di Wahington D.C, Amerika Serikat, Amnesty Internasional merilis hasil pantauan mereka terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di 159 negara pada 22 Februari 2018.
Laporan yang berjudul The State of The World’s Human Right ini juga diluncurkan oleh Amnesty Internasional Indonesia yang diketuai oleh Usman Hamid. Berlangsung di HDI Hive Menteng, Jakarta Pusat, peresmian ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Komnas HAM dan Kantor Staf Presiden (KSP).
Dalam acara tersebut, Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengapresiasi kinerja Amnesty Internasional yang telah merilis hasil penelitiannya dalam waktu cepat serta berhasil mengaitkan dengan perkembangan HAM global.
“Saya ingin memberikan catatan khusus atas laporan tahunan ini. Laporan ini bersifat global, yang mana Indonesia menjadi salah satunya. Nilai lebihnya adalah Amnesty Internasional berhasil melihat HAM sebagai universalitas. Sehingga, kita bisa melihat bahwa masalah HAM bukan hanya masalah Indonesia, tapi ini masalah lintas negara dan benua,” katanya kepada awak media.
Kemudian, Usman Hamid memberikan istilah khusus pada tahun 2017 sebagai ‘Tahun Politik Kebencian’. Bukan tanpa sebab, menurut catatannya pada tahun itu penggunaan rektorika kebencian tengah marak dipraktekkan oleh pemerintah di berbagai negara.
Alumni Universitas Trisakti ini mencontohkan bagaimana Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat karena ujaran kebencian yang disuarakannya.
Baca juga: Pidato di Hadapan Kongres, Trump Kembali Sebut Imigran Sebagai Ancaman
“Trump terpilih jadi Presiden AS karena memainkan sentimen anti-Meksiko dan anti-Islam. Begitupun dengan Rodrigo Duterte di Fillipina, Erdogan di Turki, dan Narendra Modi di India. Tidak hanya dilakukan oleh negara, aktor non-negara juga melakukan rektorika kebencian ini. Akhirnya banyak negara mereplikasi hal demikian. Itu juga yang terjadi di Indonesia,” ujar Usman.
Dampak dari rektorika kebencian yang disuarakan oleh berbagai pihak, sambung Usman, adalah meningkatnya pelanggaran HAM di Indonesia. Berikut lima catatan Amnesty Internasional terkait politik kebencian yang terjadi di Indonesia.
1. Maraknya pihak yang menggunakan sentimen anti-Islam
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi korban atas rektorika kebencian yang mengatasnamakan agama. Menurut lelaki yang menuntaskan studi masternya di Australia ini, sentimen anti-Islam dijadikan lawan politik Ahok untuk mengumpulan ratusan ribu massa di Ibu Kota. Alhasil, Mantan Gubernur DKI Jakarta itu divonis mendekam dua tahun penjara
“Pimpinan kelompok seperti FPI, Rizieq Shihab, menggunakan rektorika kebencian untuk menggerakkan massa agar menodong polisi memproses hukum Ahok atas tuduhan menistakan agama. Bisa disimpulkan bahwa narasi kebencian terhadap Ahok didasari oleh status dia yang merupakan bagian dari kelompok minoritas agama dan etnis,” pangkasnya
Selain Ahok, berdasarkan catatan Amensty Internasional, total ada 11 orang yang divonis bersalah dengan menggunakan pasal penodaan agama. Seperti yang menjerat para pemimpin Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Ahmad Mushaddeq, Mahful Muis, Tumanurung, dan Andry Cahya.
Baca juga: Meningkatnya Ancaman terhadap Aktivis LGBT di Indonesia
Baca juga: Amnesty International: Penegakan HAM di Indonesia Mengalami Kemunduran