TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Sikap yang Bisa Kamu Teladani dari Soekirah, Ibunda Soeharto

Tetap bisa membesarkan Soeharto meski banyak cobaan hidup

Soekirah dan suaminya dalam buku Ibu Indonesia dalam Kenangan

Jakarta, IDN Times - Ungkapan kasih ibu sepanjang masa tentu bukan bualan belaka. Dalam berbagai kisah sukses seorang anak, pasti ada peran ibu di belakangnya. Dia akan rela mengorbankan apa saja asalkan anaknya bahagia kelak.  

Nah, salah satu perempuan yang berjasa bagi anaknya bahkan kasih sayangnya berhasil mengubah haluan bangsa ini adalah Raden Roro (Rr) Soekirah, dia merupakan ibu dari Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto.  

Soekirah lahir di Argomulyo, Yogyakarta, pada 1903. Ketika menginjak usia 16 tahun, dia menikah dengan Kertoredjo dan dianugerahi satu-satunya anak laki-laki yang kelak menjadi presiden terlama dalam sejarah republik ini. Sayangnya, pernikahan mereka tidak harmonis dan harus kandas di tengah jalan karena perbedaan prinsip.

Soekirah harus menahan batin karena kebiasaan suaminya yang gemar berjudi dan main perempuan. Semula, dia berharap kehadiran anaknya bisa mengubah kondisi rumah tangga. Namun, belum genap Soeharto berusia 40 hari, Soekirah meminta cerai karena tidak mampu menahan tekanan batin. Saking stresnya dia bahkan sakit-sakitan sehingga tidak bisa menyusui anaknya.

Terlepas dari lika-liku kehidupan Soekirah, dia berhasil membesarkan Soeharto dengan baik. Nah, apa saja sih sikap yang bisa diteladani dari sosok Soekirah? Yuk simak di bawah ini.

Baca Juga: Kisah Soeharto, Bocah Cerdas Pendiam yang Sukses di Militer

1. Selalu ingat Tuhan dalam kondisi apa pun

Ibunda Presiden Soeharto, Soekirah, dalam buku Ibu Indonesia dalam Kenangan

Melalui buku Ibu Indonesia dalam Kenangan karya Nurinwa Ki S. Hendrowinoto, diceritakan bahwa Soekirah sempat melarikan diri ke rumah orangtuanya saat hamil tua. Pada masa itu, stigma buruk akan melekat kepada perempuan yang bepergian tanpa suaminya ketika hamil tua. Namun, apa daya, Soekirah tidak tahan dengan kelakuan suaminya.

Di rumah orangtuanya, Soekirah sempat menjalani ritual ngebleng, semacam puasa makan, minum, dan tidak tidur minimal 24 jam. Ritual ini diyakini oleh masyarakat Jawa sebagai cara yang mustajab sebelum meminta kepada Tuhan.

Soekirah yang tumbuh dengan nilai-nilai Islam serta norma-norma Jawa memiliki amalan-amalan khusus sebagai bentuk syukurnya atas Kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang telah diberikan Tuhan.

2. Merelakan perasaan demi kebaikan anaknya

Soeharto mengunjungi makam ibunya dalam buku Ibu Indonesia dalam Kenangan

Ketika Soeharto menginjak usia delapan tahun, Kertoredjo berencana untuk menitipkan anaknya kepada adiknya, Ny Prawirowiharjo, yang suaminya pejabat di Yogyakarta. Dengan begitu, dia berharap pendidikan Soeharto tidak terkendala. Tanpa meminta izin dari Soekirah, dia “menculik” Soeharto untuk dibawa ke Yogya.

Setahun berselang, Soekirah meminta suami keduanya, Purnomo, untuk menjemput Soeharto selama libur sekolah. Saking rindunya, Soekirah tidak mau Soeharto kembali ke Yogyakarta. Namun, setelah Ny Prawiroharjo mendatangi dan meminta izin langsung kepada Soekirah untuk membesarkan Soeharto, dengan ketabahan hati akhirnya sang ibu menerima rencana itu.

Akhirnya, hingga dewasa dan menjadi anggota militer, Soeharto diasuh oleh Ny Prawiroharjo yang sudah dianggap sebagai ibunya sendiri.

3. Hidup dalam kesederhanaan

Suasana Desa Kemusuk dalam buku Ibu Indonesia dalam Kenangan

Meski Soekirah hidup di lingkungan feodal, dia tidak pernah membedakan teman-temannya berdasarkan strata sosial. Sosoknya yang sederhana menjadikan Soekirah sebagai sosok yang mudah bergaul dengan anak-anak hingga orang dewasa.

Di antara prinsip yang dipegang oleh Soekirah adalah nastiti lan ngati-hati, yakni hemat (hemat, tekun, dan selalu bersikap hati-hati) serta open dan kopen (sikap merawat dan memelihara). Salah satu implementasi dari nilai itu adalah Soekirah akan sangat marah apabila mendapati orang yang tidak menghabiskan makanan yang dia ambil sendiri. Dia tidak senang bila ada nasi yang terbuang.

Baca Juga: Kenang 22 Tahun Reformasi, Detik-detik Menegangkan Lengsernya Soeharto

4. Suka membantu dan tidak pelit

Makam Soekirah dalam buku Ibu Indonesia dalam Kenangan

Salah satu karakter masyarakat agraria, termasuk Desa Kemusuk tempat Soekirah dibesarkan, adalah gotong-royong atau sikap saling membantu. Oleh sebab itu, dia merasa seluruh warga desa adalah kerabatnya.

Soekirah memiliki rumah dengan dapur yang luas karena dia senang memasak untuk orang-orang yang menangani hasil panen sawahnya. Meski kebutuhan pokok masa itu langka dan harganya mahal, dia tetap saja malu bila hanya menyajikan air putih. Dia sering membuat minuman manis dari gula kelapa yang ia olah sendiri.

Di antara makanan yang sering ia sajikan adalah pondhoh, jaddah, sayur lodeh gori, jantung pisang, oseng daun kates, oseng Lombok hijau.

Baca Juga: Jatuh Bangun Kehidupan Soekirah, Biografi Ibunda Presiden Soeharto

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya