TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jadi Target Operasi Kopassus, Aktivis 1998 Ini Dilindungi Marinir

"Waduh, jadi TO Kopassus, langsung lemes gue, serem banget."

IDN Times/Vanny El Rahman

Jakarta, IDN Times - Aktivis Julianto Hendro Cahyono punya pengalaman menarik sekaligus mengerikan mengenai gerakan 'bawah tanahnya' pada 1998. Saat itu Ketua Senat Mahasiswa Universitas Trisakti periode 1997-1998 ini dikabarkan menjadi target operasi Kopassus. Namun pada saat bersamaan ia juga dilindungi oleh Marinir. 

Hendro menjadi target karena ia adalah orang di balik unjuk rasa mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998. Unjuk rasa digelar sekitar pukul 10.00 WIB, diawali dengan longmarch dari Universitas Trisakti menuju Gedung DPR. Saat itu para mahasiswa membagikan bunga kepada pasukan anti huru-hara demi membangun suasana aksi yang syahdu nan damai.

“Tapi massa tertahan di depan kantor Walikota Barat. Waktu itu, Kapolres Jakarta Barat Timur Pradopo mengingatkan saya ‘Dek Hendro, kalau sampai jam setengah lima gak bubar, saya rangsek ini semua!’. Ya saya terus nego, ‘Pak ini kan gak ada bentrok, kita aksi damai dan sama sekali gak ada anarkis’. Gak lama, pasukan bantuan dateng dari Polda Metro dan Brimob yang dipimpin oleh Kolonel Artur Damanik. Sekitar jam lima itulah baru massa dirangsek dan semuanya mulai bubar,” terang Hendro kepada IDN Times di Universitas Trisakti, Jakarta Barat, Jumat (4/5).

Hendro tidak pernah menduga jika aksi damai kala itu berakhir rusuh. Bahkan empat mahasiswa Trisakti tewas. Hendro sendiri mengalami luka tembak peluru karet. Ia selamat karena dievakuasi oleh teman-temannya.

“Setelah diberi perawatan sama teman-teman Fakultas Kesehatan, saya langsung dilarikan ke Rumah Sakit. Waktu itu saya diumpetin ke kolong Mobil Kijang, karena memang saya yang paling dicari waktu itu. Mereka tahu banget pas saya nego sama petugas ketika aksi. Terus teman saya gak bisa keluar di pintu arah Grogol, ya akhirnya teman saya debat argumen, akhirnya kita bisa keluar,” tambah dia.

Baca juga: Momen Haru Saat AM Hendropriyono Putuskan Hengkang dari Dunia Politik

1. Hendro menjadi target operasi (TO) Kopassus

IDN Times/Vanny El Rahman

Keesokan harinya, Hendro melaporkan insiden yang menewaskan Elang Mulia, Hafidin Royan, Hendriawan Lesmana, dan Heri Hertanto ke Komnas HAM. Bertolak dari Komnas HAM, Hendro mendapat kabar mengejutkan dari Sarbini, Ketua Senat Mahasiswa Universitas 17 Agustus. Sarbini menyampaikan salam dari Pasukan Khusus Angkatan Laut kepada Hendro.

Dia bercerita “Tanggal 14 Mei, Sarbini bilang ke saya kalau ada utusan khusus dari Angkatan Laut yang ingin bertemu saya di Hotel Sofyan depan Cut Meutia (Jakarta Pusat). Di sana saya bertemu dengan orang yang memperkenalkan diri sebagai Kolonel Djuanda. Dia bilang kalau kamu jadi Target Operasi Kopassus. Waduh, perasaan saya langsung campur aduk, antara takut dan sedih,”.

2. Hendro dilindungi Marinir 
IDN Times/Vanny El Rahman

Djuanda mengatakan Hendro tak perlu khawatir karena Marinir akan menjaganya. “Setelah itu, dia (Djuanda) langsung bilang ‘Dek Hendro, kita angkatan laut beserta Marinir dan semua Korps Angkatan Laut mendukung gerakan mahasiswa, ini perintah langsung dari KSAL. Mulai detik ini, kamu akan dikawal sama Marinir tapi dia gak akan tunjukan kalau dia pasukan Marinir. Mereka akan siap ketika kamu disergap dan kamu akan dibawa ke Tanjung Priok, ke Kapal Fregate Angkatan Laut,” beber Hendro begitu jelas, seakan tidak ada satupun memori sejarahnya yang terlupa.

3. Tidak pulang ke rumah selama tiga bulan

IDN Times/Vanny El Rahman

Sepanjang menjabat sebagai mahasiswa nomor satu di Universitas Trisakti, Hendro tidak pernah kembali ke rumahnya selama tiga bulan. Sehari-harinya, dia bersama rekan aktivisnya menginap di kampus guna menyiapkan aksi damai 12 Mei 1998.

Dua hari setelah Soeharto lengser, lebih tepatnya 23 Mei 1998, Hendro menyempatkan diri untuk kembali ke rumahnya untuk mengambil beberapa helai pakaian. Dia juga meluangkan waktunya untuk bertegur sapa dengan kedua orang tuanya.  

“Setiap saya keluar, saking teman-teman sayang sama saya, biasanya ada empat sampai lima mobil yang ngawal. Nah saya pulang waktu itu sekitar pukul 02.00 WIB. Nah sesampainya di rumah, karena gang rumah saya gak memungkinkan untuk mobil teman-teman saya masuk, akhirnya mereka menunggu di depan. Saya sudah ambil baju, sempat minum dan izin sama ibu dan bapak, eh di depan rumah sudah ada mobil hijau dengan plat nomor BD yang artinya Bagian Darat,” pangkas dia.

“Melihat itu, waduh, ya saya langsung masuk ke gang kecil langsung kabur. Jadi di rumah saja sudah diikuti saya,” sambungnya.

Baca juga: [Wawancara Eksklusif] Aktivis Hendro Cahyono Blak-Blakan Soal Dalang Kerusuhan 1998

 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya