TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jokowi Sudah 2 Kali, Masyarakat Masih Banyak Tolak Vaksinasi COVID-19

Hasil survei 41 persen responden tak bersedia divaksinasi

Presiden Joko Widodo. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Jakarta, IDN Times - Hasil survei Indikator Politik Indonesia menyebutkan, angka masyarakat yang enggan divaksinasi COVID-19 masih tinggi, meski Presiden Joko “Jokowi” Widodo sudah divaksinasi dua kali.
 
Merujuk pada survei yang dilakukan pada 1-3 Februari 2021, terungkap 41 persen responden tidak bersedia divaksinasi. Sebaliknya, terdapat 54,9 persen responden bersedia divaksinasi. Sementara, sebanyak 4,2 persen sisanya memilih tidak menjawab.
 
“Ini bukan angka yang untuk Februari, karena vaksinasi ini untuk kepentingan bersama,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, saat rilis hasil survei secara daring, Minggu (21/2/2021).

Baca Juga: Kecepatan Vaksinasi setiap Provinsi Berbeda, Jokowi Ungkap Alasannya 

1. Penyiaran vaksinasi Jokowi tidak berdampak signifikan

Presiden Jokowi menerima vaksin COVID-19 pertama pada Rabu (13/1/2021) (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Sebelumnya, Indikator juga pernah memberikan pertanyaan serupa pada Desember 2020, sebelum pemerintah meluncurkan program vaksinasi nasional. Hasilnya tidak terpaut jauh dengan survei terbaru.
 
Hal tersebut membuktikan Jokowi bukan seorang influencer yang bisa mengajak masyarakat bersedia mengikuti program vaksinasi nasional.
 
“Asumsinya, setelah dua kali Presiden Jokowi divaksin, harusnya awareness publik meningkat (terhadap vaksinasi). Survei di Desember yang tidak bersedia mencapai 43 persen. Jadi efek Presiden Jokowi (divaksinasi) hanya 2 persen,” kata Burhan.

Infografis Penerima Vaksin Tahap Dua (IDN Times/Sukma Shakti)

2. Berikut alasan orang-orang enggan divaksinasi

Tangkapan layar survei Indikator Politik Indonesia (Dok.IDN Times/Istimewa)

Ketika dielaborasi lebih lanjut, berikut alasan-alasan warga menolak vaksinasi virus corona:

  • Takut terhadap efek samping yang belum ditemukan: 54,2 persen.
  • Asumsi bahwa vaksin tidak efektif: 27 persen.
  • Merasa tidak membutuhkan vaksin karena badan sehat: 23,8 persen.
  • Tidak mau mengeluarkan uang untuk vaksin: 17,3 persen.
  • Keraguan terhadap status kehalalan vaksin: 10,4 persen.
  • Tidak perlu disuntik karena sudah banyak orang yang divaksinasi: 5,9 persen.
  • Enggan terlibat dalam persekongkolan perusahaan farmasi produsen vaksin: 3,1 persen.
  • Lainnya: 11 persen.

“Alasan karena punya efek samping yang belum kelihatan sekarang, menurut saya adalah alasan yang legitimate dan justify. Pemerintah harus menjelaskan itu,” tutur Burhan.

Baca Juga: Serba-serbi Vaksinasi Tahap Kedua, Siapa Saja yang Bakal Disuntik?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya