TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penting saat Evakuasi Sriwijaya Air, Apa Itu Mobile Diving Chamber?

Alat ini dikerahkan untuk bantu penyelam yang dekompresi

Mobile Diving Chamber (IDN Times/Vanny El Rahman)

Jakarta, IDN Times - Kesehatan fisik dan mental sangat penting untuk menentukan apakah seorang penyelam diizinkan mengikuti aktivitas penyelaman (diving) atau tidak. Begitu pula pada operasi evakuasi korban dan puing-puing pesawat Sriwijaya SJY 182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada Sabtu (9/1/2021).
 
Ketua tim bantuan penyelam yang siap siaga di KRI Semarang 594, Sersan Mayor Serma Nurkholis, mengatakan bahwa penyelam profesional harus mengetahui empat hal, yaitu mengetahui kemampuan diri sendiri, mengenali alat selam dengan baik, menguasai alat bantu kerja yang digunakan, dan sadar situasi lingkungan pekerjaan.
 
Jika penyelam merasa tidak enak badan atau secara psikologis terganggu setelah melihat penampakan dasar laut, maka mereka harus mengundurkan diri atau menunda partisipasi operasi penyelamatan. Penyelam yang kondisi fisik dan mentalnya tidak optimal rentan mengalami decompression sickness.
 
Lantas, apa itu decompression sickness? Bagaimana mengatasi penyakit itu? Kemudian, apabila dalam operasi evakuasi Sriwijaya SJY 182 ada penyelam yang mengelami penyakit tersebut, apa langkah dari TNI Angkatan Laut?
 
Yuk simak ulasannya di bawah ini.

Baca Juga: Begini Perjuangan Penyelam TNI AL Menemukan Black Box Sriwijaya Air

1. Penjelasan singkat seputar decompression sickness

Mobile Diving Chamber (IDN Times/Vanny El Rahman)

Decompression sickness adalah gangguan yang dialami penyelam dengan beragam gejala, mulai dari pusing, tubuh lemas, hingga sesak napas. Menurut lelaki yang sehari-hari bertugas di Dinas Potensi Maritim Angkatan Laut (Dispotmar) itu, dekompresi terjadi akibat penyelam tidak mematuhi standar operasional penyelaman. Termasuk tidak jujur dengan kondisi fisik dan mentalnya.
 
“Dekompresi bisa terjadi karena terlalu lama menyelam di air atau bisa juga terjadi karena penyelam keluar dari prosedur penyelaman normal,” kata Nurkholis di KRI Semarang 594, Kepulauan Seribu.
 
Dalam berbagai operasi penyelaman, dekompresi adalah hal yang wajar. Ketika operasi evakuasi pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang pada 2018, sejumlah penyelam juga mengalami dekompresi.
 
“Artinya setiap penyelaman pasti ada resiko decompression sickness. Persisnya saya lupa berapa yang mengalami dekompresi ketika Lion Air. Tapi untuk operasi ini (Sriwijaya SJY 182), sampai hari keempat, belum ada,” tambah Nurkholis.

2. Mempersiapkan Mobile Diving Chamber untuk operasi Sriwijaya SJY 182

Mobile Diving Chamber (IDN Times/Vanny El Rahman)

Pada operasi evakuasi yang terfokus di sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang, Disportmar mengerahkan Mobile Diving Chamber (MDC) atau semacam kapsul untuk penanganan dekompresi yang berada di dalam truk, sehingga bisa disiapsiagakan di manapun dan dalam kondisi apapun.  
 
Truk tersebut berada di Kapal Perang Rumah Sakit KRI Semarang 594 yang berfungsi sebagai markas dan pusat koordinasi pada operasi kali ini. MDC yang dibuat pada 2015 ini merupakan produksi PT Hyperbaric Medical Solusindo.
 
“Dalam beberapa event SAR yang melibatkan penyelam, selalu (MDC) ini mendampingi para personel untuk memberikan support, untuk memberikan dukungan moril. Jadi penyelam secara psikologis lebih tenang, kalau terjadi dekompresi mereka bisa ditangani secara cepat,” ulas Nurkholis.

Baca Juga: Berjibaku di Kabut Lumpur: Kisah Penyelam Pencari Korban Sriwijaya Air

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya