Greenpeace Sayangkan Jokowi Tak Singgung Krisis Iklim di Pidato HUT RI
Indonesia didorong jadi pemimpin global atasi krisis iklim
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Greenpeace Indonesia menyayangkan Presiden Joko "Jokowi" tidak menyinggung soal krisis iklim dalam Pidato Kenegaraan HUT ke7 RI pada Selasa, 16 Agustus 2022. Padahal, Jokowi menekankan Indonesia sedang berada di puncak kepemimpinan global, terkait diplomasi perdamaian dunia, serta kepemimpinan di kancah ASEAN dan G20.
Direktur Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, mengimbau di tengah momentum ini, Indonesia harus tampil sebagai pemimpin global dalam mengatasi masalah terbesar umat manusia saat ini, yaitu krisis iklim.
“Dalam pidatonya Presiden menyinggung tentang tiga krisis yang saat ini dihadapi dunia, yaitu krisis pangan, krisis energi, dan krisis finansial. Namun sayangnya, salah satu krisis yang paling nyata di depan mata dan sedang terjadi di seluruh dunia yaitu krisis iklim, tidak disinggung sama sekali,” ujar Leonard dalam keterangan tertulis, Jumat (19/8/2022).
Baca Juga: Jokowi Khawatir Rivalitas Negara Besar Ganggu Stabilitas
Baca Juga: Makna Tersirat Nyanyian Farel, Jokpro: Bukti Jokowi Tak Tergantikan!
1. Indonesia jadi negara rentan terhadap dampak bencana iklim
Menurut Leonard, Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap dampak bencana iklim. Di sisi lain, Indonesia adalah salah satu negara paling penting sebagai pertahanan terakhir (final frontier) upaya global dalam menghindari bencana iklim yang tidak terpulihkan (irreversible climate disaster).
Leonard menilai, dalam pidato Jokowi, jelas Indonesia masih mengandalkan ekonomi ekstraktif yang selama ini punya kontribusi terhadap perusakan lingkungan hidup dan perubahan iklim.
"Sekalipun Jokowi menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan potensi ekonomi hijau, termasuk menyinggung kawasan Green Industrial Park yang akan dibangun di Kalimantan Utara, tetapi pernyataan-pernyataan yang lebih konkret justru menyinggung tentang kinerja industri ekstraktif dalam mendukung ekonomi nasional," kata dia.
Selain itu, kata Leonard, Jokowi secara spesifik menyebutkan tentang hilirisasi industri tambang nikel, bauksit, tembaga, dan timah. Industri yang disebut, kata dia, merupakan industri ekstraktif yang dianggap operasi tambang-tambangnya mempunyai sejarah penghancuran lingkungan secara masif.
Sekaligus, kata dia, menjadi penyebab utama kemiskinan masyarakat lokal di wilayah-wilayah seperti Bangka Belitung, Soroako, Konawe, Mimika dan banyak daerah lagi di pelosok Indonesia.
Baca Juga: 3 Jurus BMKG Hadapi Tantangan Iklim yang Ancam Ketahanan Pangan