TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ketua Bawaslu: Waspada Ancaman Nonmiliter di Pemilu 2024

Bawaslu klaim siap antisipasi berbagai ancaman jelang pemilu

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengimbau agar masyarakat mengantisipasi politisasi identitas, disinformasi, dan ujaran kebencian yang berpotensi menjadi ancaman nonmiliter di Pemilu 2024.

Hal tersebut diungkapkan Bagja saat menjadi narasumber pada kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun Perumusan Ancaman Non-Militer Antar Kementerian/Lembaga di Jakarta, Senin (26/6/2023).

Baca Juga: Bawaslu Curhat ke Kementerian soal Honorer Dihapus di Tengah Tahapan

Baca Juga: Bawaslu Sesalkan Fatwa Haram Politik Uang Kurang Sosialisasi

1. Berisiko membahayakan integritas dan keberhasilan pemilu

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut dia, ancaman nonmiliter pada tiga aspek tersebut di penyelenggaraan pemilu, mengacu pada risiko dan gangguan yang bukan berasal dari sektor militer, namun dapat membahayakan integritas dan keberhasilan proses pemilihan umum.

Dia bercermin pada pemilihan sebelumnya di mana politiasi identitas, disinformasi, dan ujaran kebencian menguat melalui media sosial.

“Ketika Pilkada tahun 2017, media sosial memuat secara berlebihan terkait isu politik identitas yang kemudian berlanjut pada Pemilu 2019. Bahkan ada kecenderungan juga mengadu teman TNI dan Polri pada titik itu,” ucap Bagja.

2. Bawaslu soroti ujaran kebencian yang mulai bermunculan di medsos jelang 2024

Ilustrasi media sosial (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Bagja menjelaskan, politisasi identitas di Indonesia berkaitan dengan masalah etnis, ideologi, kepercayaan, dan juga kepentingan lokal yang direpresentasikan oleh elite melalui artikulasi politik.

Sedangkan disinformasi, merujuk pada penyebaran informasi yang salah, menyesatkan, atau disengaja untuk menipu atau mempengaruhi opini publik.

Kemudian, terkait ujaran kebencian, merujuk pada komunikasi yang menyebarkan, mendorong, memperkuat sentimen, kebencian, diskriminasi terhadap individu atau kelompok berdasarkan ras, etnisitas, agama, gender, orientasi seksual, atau karakteristik tertentu lainnya.

Tiga hal tersebut dikatakan Bagja sangat mungkin untuk berpadu dan menyebabkan permasalahan di Pemilu 2024. Selain itu, juga akan mempengaruhi kondisi masyarakat terhadap situasi kenyamanan Pemilu 2024. Meski demikian, dia tidak memungkiri bahwa isu ini sudah dimulai saat ini jelang Pemilu 2024.

“Sekarang sudah dimulai, misalnya dulu 2017 anti terhadap ras tertentu, itu menguat di media sosial. Sekarang kalau kita lihat, sekarang muncul lagi di media sosial dan juga muncul ujaran kebencian. Sekarang sudah mulai, menyerang beberapa peserta pemilu. Beberapa kali kita baca Twitternya walau kemudian kita baca bahasanya masih lumayan soft, tapi sudah mulai menyerang lawan-lawan politik,” terang Bagja.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya