TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pilkada 2024 Diusulkan Maju Dua Bulan Jadi September

Berdasarkan UU, Pilkada 2024 digelar pada November

Ilustrasi pilkada serentak. (IDN Times/Mardya Shakti)

Jakarta, IDN Times - Pengamat Kepemiluan dan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi), Jeirry Sumampow, mengusulkan agar Pilkada 2024 dimajukan, dari yang semula digelar November menjadi September 2024.

Sebagaimana diketahui, pilkada secara serentak digelar pada November 2024 sesuai yang tercantum dalam Pasal 201 Ayat 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Pasal 201 Ayat 8 tersebut berbunyi: ”Pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024”.

Baca Juga: Alasan Keamanan, Pilkada 2024 Layak Ditunda?

1. Pilkada dimajukan agar efisien dan efektif

Ilustrasi calon kepala daerah jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jeirry menuturkan, sebenarnya usulan dimajukannya jadwal Pilkada 2024 terkait dengan prinsip serentak. Hal itu juga sesuai dengan amanat pada Pasal 434 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menjelaskan bahwa pemerintah wajib memberikan dukungan penuh kepada penyelenggara untuk menjamin suksesnya pelaksanaan tahapan pemilu dan pemilihan serentak tahun 2024, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dia lantas menyoroti pembuatan UU Pilkada yang menyebut November 2024. Sehingga tak bisa digelar secara serentak bersamaan dengan pilpres dan pileg yang digelar Februari 2024. Menurutnya, kekeliruan justru terjadi dengan dibatalkannya revisi UU Nomor 17 Tahun 2017.

"Sebetulnya memang dari awal itu kan idenya begitu. Melakukan dan menyerentakan pilkada dan pemilu. Untuk efisiensi dan efektivitas lah jadi satu kali putaran atau 5 tahun sekali-sekali itu satu kali pemilu," ucap dia kepada IDN Times, Sabtu (26/8/2023).

"Kekeliruan itu sudah disadari oleh DPR dan pemerintah, tetapi direncanakan untuk masuk dalam revisi Undang-Undang 17 Tahun 2017, UU Pemilu yang dua tahun lalu tiba-tiba batal. Kan setelah 2019 sebenarnya revisi itu sudah fix-lah, bahkan sudah ada DIM dan drafnya," lanjut Jeirry.

2. Jika pilkada digelar November 2024 maka kemungkinan pelantikan pada 2025

Ilustrasi pilkada serentak. IDN Times/Mardya Shakti

Jeirry lantas menjelaskan, apabila pilkada digelar November 2024, maka para kepala daerah yang terpilih kemungkinan akan dilantik pada Januari 2025.

Tentunya, kata Jeirry, hal itu menjadi tidak sesuai dengan skenario yang sejak awal dibuat terkait prinsip keserentakan. Dia tak memungkiri, dalam UU Pilkada yang diatur hanya keserentakkan waktu pelaksanaan pemungutan suara. Padahal, perlu juga diatur tentang keserentakan pelantikan.

"Karena kan pemungutan suara pilkadanya November. Pungut, hitung, sampai selesai itu satu bulan. Setelah itu kan ada kemungkinan sengketa hasil sampai Januari (2025). Baru bisa pelantikan, jadinya Februari kalau ada sengketa hasil pilkada. Tapi Kalau tidak ada, itu dilantik bulan Januari," ungkap dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya