TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pengembangan Biofuel Berbasis CPO Jadi Solusi Kejar Target EBT

Dirjen Toto: Biofuel berbasis CPO begitu potensial

IDN Times/EBTKE

Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), F.X Sutijastoto menyatakan bahwa biofuel berbasis crude palm oil (CPO) merupakan salah satu harapan dan jalan keluar untuk mencapai target kontribusi EBTKE dalam bauran energi nasional sebesar 23 persen. Saat ini biofuel berbasis CPO ialah solusi yang dikembangkan demi mencapai target tersebut.

"Jika pengembangan green biofuel berhasil, kita bisa menambah 2 persen. Apalagi jika swasta investasi di kilang, karena ini potensial sekali. Kemudian, jika CPO dipakai untuk membangkitkan listrik bisa menutup. Jadi memang salah satu harapan kita untuk mencapai target EBTKE adalah dengan biofuel berbasis CPO," tutur Dirjen Toto.

Dirjen Toto mengungkapkan hal tersebut pada kegiatan diskusi interaktif bertajuk “Menjawab Tantangan dan Peluang Keberlanjutan Industri Biodiesel Indonesia” yang diselenggarakan World Wide Fund (WWF) for Nature Indonesia pada Kamis (27/6).

Salah satu pengembangan biofuel atau bahan bakar nabati ialah bioetanol berbasis sorgum. Produktivitas sorgum mendekati tebu tapi perbedaannya panen tebu hanya setahun sekali, sedangkan panen sorgum bisa tiga kali dalam setahun. Kelebihan lain dari sorgum ialah tidak terlalu membutuhkan air. Di lahan tandus pun sorgum bisa tumbuh.

1. Pengembangan Biofuel diikuti dasar kebijakan energi nasional

Shutterstock.com/Nirapai Boonpheng

Biofuel diharapkan dapat membantu untuk menyelesaikan permasalahan EBT karena pengembangannya diikuti dasar kebijakan energi nasional yang berlandaskan pada tiga pilar, yaitu energy equity (energi berkeadilan), energy security (keamanan pasokan), dan sustainability, yang berkaitan penggunaan energi murah. 

"Di negara kita, aspek utamanya pada daya beli masyarakat sekarang itu dari segi listrik 50 persen untuk rumah tangga dengan golongan ekonomi lemah sekitar 45-50 triliun, dengan memberikan tarif listrik agar energy security tercapai. Jika kita hanya peduli kepada energy affordability dibanding energy security dampaknya adalah kita mempunyai kendala untuk membangun infrastruktur yang lain," tutur Toto.

Topik:

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya