Ancaman Tsunami 20 Meter di Jawa, Menristek Siapkan Alat Deteksi Dini

Bambang menjelaskan, Kemenristek/BRIN sudah menyiapkan berbagai mitigasi berdasarkan penelitian tersebut. Salah satunya, menyediakan alat Indonesian tsunami early warning system (INA-TEWS).

Pertama, ada sistem yang disebut Bouy Tsunami. Sistem itu berfungsi mendeteksi ada atau tidaknya gelombang tsunami melalui Ocean Bottom Unit (OBU). OBU diletakkan di dasar laut.

Kedua, sistem kabel laut dari OBU yang ditempatkan di dalam laut, dihubungkan ke tower atau mercusuar di pantai. Penghubungan itu dengan menggunakan kabel yang selanjutnya diteruskan ke stasiun RDS di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

"Kita harapkan, buoy dan cable yang disiapkan itu nantinya bisa menyelamatkan lebih banyak orang, apabila terjadi kejadian bencana yang tentunya sangat tidak kita harapkan, tapi sekali lagi kita harus tetap siaga," kata dia.

Dalam kesempatan itu, Bambang mengatakan, Indonesia harus mencontoh Jepang dalam menghadapi bencana tsunami. Hal ini karena kedua negara sama-sama memiliki potensi gempa dan tsunami.

"Sekali lagi kita harus tetap siaga, harus tahu penuh apa yang sebenarnya terjadi. Dan memang barangkali, mentalitas kita harus seperti di Jepang. Di Jepang itu sudah ada protokol yang jelas dan ketat mengenai apa yang harus orang lakukan, ketika terjadi gempa maupun tsunami. Itu yang patut menjadi perhatian kita," ucap dia.

Sebelumnya, Guru Besar Bidang Seismologi ITB Sri Widiyantoro memberikan peringatan terkait potensi gempa dahsyat yang dapat memicu tsunami di wilayah selatan pulau Jawa. Potensi tersebut muncul karena adanya wilayah seismic gap di laut selatan Jawa yang dapat menimbulkan gempa dengan kekuatan besar.

"Oleh Dokter Aam, dilakukan simulasi (selama tiga jam) menggunakan model hasil inversi GPS kalau di Jawa Barat saja kalau periode ulang 400 tahun itu bisa menyebabkan tsunami setinggi 20 meter, kira-kira di selatan Banten," ujar Widiyantoro dalam webinar bertema Implications for Megathrust Earthquake and Tsunamis from Seismic Gaps South of Java, Rabu, 23 September 2020.

Sedangkan, untuk wilayah Jawa Timur, Widiyantoro menjelaskan, potensi tsunami relatif lebih kecil yaitu setinggi 12 meter. Namun, ia menggarisbawahi apabila tsunami antara Jawa Barat dan Jawa Timur pecah secara bersamaan, maka potensi gelombang akan lebih tinggi.

"Bagaimana kalau segmen barat dan timur pecah bersama seperti yang terjadi di Tohoku, Jepang 2011? Maka kita lihat, di sebelah barat bisa mencapai 20 meter ketinggian tsunaminya, sedangkan di sebelah timur 12 meter. Namun rata-ratanya menjadi lebih tinggi kalau pecah bersamaan kira-kira di sepanjang Pantai Selatan ini bisa lima meter tinggi tsunaminya," ujar dia.

Sebagai riset lanjutan, Widiyantoro mengatakan, timnya perlu melakukan marine survey di titik rawan tsunami seperti yang disarankan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Riset lanjutan itu diperlukan karena ia mengakui bahwa penelitian tersebut belum memodelkan longsoran di laut ketika gempa besar terjadi.

"Untuk memodelkan itu, tentu kita harus tahu kira-kira daerah mana yang akan longsor kalau memang terjadi gempa besar. Maka perlu dilakukan marine survey untuk melanjutkan survei kami,” kata dia.