Eks Hakim MK Sebut PP 28/2022 Bukti Negara Panik Hadapi Krisis 

Usul PP 28/2022 diuji materi di Mahkamah Konstitusi

Jakarta, IDN Times – Hakim Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008, Maruarar Siahaan, menyebut Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara Oleh Panitia Urusan Piutang Negara sebagai bentuk kepanikan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi.

Menurutnya, negara mengerahkan segala sumber daya untuk mengatasi krisis ekonomi di tengah tekanan global, termasuk merumuskan beleid yang melanggar berbagai aturan dan menerabas hierarki hukum.

“Sayangnya, intrumen tersebut berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang negara yang berakibat pada terlanggarnya hak asasi warga negara,” kata Maruarar keterangan tertulis hasil Focus Group Discussion (FGD) Federasi Advokat Republik Indonesia di Jakarta, Senin (21/8/2023).

1. Catatan dari mantan Ketua MK Hamdan Zoelva

Eks Hakim MK Sebut PP 28/2022 Bukti Negara Panik Hadapi Krisis Focus Group Discussion (FGD) Federasi Advokat Republik Indonesia di Jakarta, Senin (21/8/2023). (Dok. IDN Times/Istimewa)

FGD tersebut turut dihadiri oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2016 Hamdan Zoelva. Dia juga menilai PP 28/2022 cacat hukum karena tumpang tindih dan inkonsisten dengan peraturan hukum lainnya.  

“Ada banyak masalah di PP ini yang harus diperbaiki. Ada banyak norma-norma yang  bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan lainnya. Belum lagi ada penegakan hak asasi manusia yang dilanggar, sehingga jelas PP ini menimbulkan disharmonisasi dan saling tumpang tindih,” kata Hamdan

Di antara poin disorot adalah PP 28/2022 bertentangan dan melampaui UU No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara. Sebagai peraturan delegasi, PP harusnya tidak boleh melampaui UU yang mendelegasikannya karena sesungguhnya PP aturan pelaksana dari UU.

Selain itu, PP 28/2022 juga melanggar asas dan prinsip dasar hukum keperdataan sebagaimana tertuang pula dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). PP 28/2022 memuat aturan yang memperluas subyek yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas Piutang Negara, tidak hanya Penanggung Utang dan/atau Penjamin Utang tetapi juga “Pihak yang Memperoleh Hak” termasuk keluarga dalam hubungan darah ke atas, ke bawah, atau ke samping sampai derajat kedua, dan suami/istri.

Hal di atas bertentangan dengan KUH Perdata khususnya Pasal 1338, 1315 dan 1340, yang pada pokoknya mengatur suatu perikatan/perjanjian hanya sah berlaku bagi pihak-pihak yang membuat atau menandatanganinya.

Oleh karena itu, suatu perjanjian tidak dapat memberi keuntungan maupun berdampak kerugian kepada pihak ketiga yang tidak ikut dalam membuat perjanjian tersebut. Selain itu, dalam hukum perdata, tidak dikenal adanya pertanggungjawaban utang sampai keluarga derajat kedua.

Baca Juga: Publik Puas soal Penegakan Hukum di Era Jokowi, Mahfud Banggakan Polri

2. Ada aspek hak asasi manusia yang dilanggar

Eks Hakim MK Sebut PP 28/2022 Bukti Negara Panik Hadapi Krisis Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

FGD tersebut juga menyoroti PP 28/2022 terkait Paksa Badan, Tindakan Keperdataan, pencekalan, pencabutan paspor, hingga tidak mendapat layanan administrasi pemerintahan seperti pengurusan KTP, SIM, surat izin usaha, serta perpajakan.

Adapun Tindakan Keperdataan yang dimaksud adalah pemblokiran rekening, deposito, tidak boleh menerima kredit atau pembiayaan lainnya, sampai tidak boleh menjadi pengurus di perusahaan.

Aturan di atas dianggap lebih berat dari sanksi pidana. Oleh karena itu, dianggap melanggar hak asasi manusia yang dijamin UUD NRI 1945.

Pasal 77 PP 28/2022 juga mengatur soal impunitas yang mengatur keputusan pejabat administrasi negara dalam pengurusan Piutang Negara tidak dapat dituntut secara hukum atau diajukan upaya hukum.

Selain telah melanggar UU hak asasi manusia, hal itu juga merusak prinsip negara hukum dan merusak penegakan hukum di Indonesia.

“Pasal 77 soal Upaya Hukum oleh penanggung utang, penjamin utang, pihak yang memperoleh Hak atau pihak ketiga lainnya tidak dapat diajukan terhadap sahnya atau kebenaran Piutang Negara, baik di pengadilan maupun di luar sangat melanggar Pasal 17 UU HAM soal Hak Memperoleh Keadilan,” kata pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, yang juga hadir dalam diskusi tersebut.

3. Dorong uji materi ke MK

Eks Hakim MK Sebut PP 28/2022 Bukti Negara Panik Hadapi Krisis Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (MK). IDN Times/Axel Joshua Harianja

Menanggapi polemik PP 28/2022, Margarito mengajak Ferari dan pegiat HAM lainnya untuk segera mengajukan Judicial Review (JR), karena PP tersebut sangat bertentangan dengan peraturan hukum lainnya di atasnya.

“Melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung adalah langkah yang sangat baik untuk menguji PP ini. Kedua, saya mengimbau kepada pemerintah yang menjalankan PP ini untuk secara bijak menyelesaikan kasus BLBI tersebut,” tegas Margarito.

Baca Juga: Komisi III Minta Temuan soal Dana Kejahatan Lingkungan Diproses Hukum

Andi IR Photo Verified Writer Andi IR

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya