Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250627-WA0004.jpg
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB, Muhammad Khozin. (Dok. Media Fraksi PKB).

Intinya sih...

  • Pelayanan publik terganggu akibat dana mengendap di bank

  • Khozin mempertanyakan pengawasan Kemendagri terhadap pemda

  • Menkeu ungkap anggaran daerah Rp233 T masih mengendap di bank

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin menyoroti anggaran daerah Rp233 triliun yang mengendap di bank. Menurut dia, pemerintah daerah harus mengklarifikasi temuan ini.

Ia juga mempertanyakan kinerja pemerintah daerah karena ada ratusan triliun dana untuk rakyat justru terparkir di perbankan.

"Pemda mesti mengklarifikasi mengendapnya dana publik ratusan triliun itu. Dana tersebut sengaja ditempatkan di bank atau disimpan karena mengikuti pola belanja yang meningkat di akhir tahun?” kata Khozin kepada wartawan, Kamis (23/10/2025).

1. Pelayanan publik akan terganggu imbas dana mengendap

Anggota DPR RI Komisi II, Muhammad Khozin. (IDN Times/Putra F. D. Bali Mula)

Menurut dia, bila dana pemerintah daerah sengaja ditempatkan di bank, maka akan berdampak pada tidak optimalnya fungsi pelayanan masyarakat di daerah. Selain itu, program strategis nasional menjadi terganggu.

"Kalau dana APBD sengaja diparkir, ini yang jadi soal, karena akan menganggu pelayanan publik dan menjadi penghambat tumbuhnya ekonomi di daerah," kata Legislator PKB itu.

Dalam pandangannya, bila dana tersebut ditempatkan di bank karena mengikuti siklus belanja yang meningkat di akhir tahun, ia mendorong pemerintah daerah memperbaiki tradisi itu supaya ada perubahan dalam skema belanja negara termasuk belanja daerah.

Dia mengatakan, tren penyerapan anggaran meningkat di akhir tahun ini telah terjadi di pemerintah pusat dan daerah.

"Menkeu Purbaya mestinya dapat mengubah pola klasik ini, tujuannya agar anggaran negara betul-betul dimanfaatkan untuk publik secara berkesinambungan,” kata Khozin.

2. Pengawasan Kemendagri dipertanyakan

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB Muhammad Khozin. (IDN Times/Amir Faisol)

Khozin mempertanyakan pengawasan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ia mendorong Kemendagri melakukan pembinaan, pengawasan, dan sanksi administratif bila pemda melanggar perundang-undangan.

Menurut Khozin, terdapat pemberian sanksi administratif dalam tata kelola keuangan di daerah apabila ada regulasi yang dilanggar.

Misalnya, pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, PP No 12 Tahun 2017 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dan PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Kemendagri mestinya dapat mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan, termasuk mengambil langkah tegas berupa sanksi administratif bila ada pelanggaran peraturan,” kata Khozin.

Khozin menilai, Komisi II DPR perlu memanggil Kemendagri dan pihak Pemda yang anggaran daerahnya diparkir di Bank untuk mengklarifikasi data dari Bank Indonesia.

“Perlu dipanggil untuk klarifikasi kepada Kemendagri terkait dengan pengawasan dan pembinaan terhadap pemda sekaligus memanggil pemda yang dananya banyak diparkir di bank,” kata Khozin.

3. Menkeu ungkap anggaran daerah Rp233 T mengendap di Bank

Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono rapat bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan COO Danantara Dony Oskaria di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (23/10). (Dok. Kemenkop)

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah hingga kuartal III 2025. Ia mengungkapkan, terdapat dana sebesar Rp233 triliun milik pemerintah daerah yang masih mengendap di bank.

Padahal, dia menyebut seharunya dana itu digunakan mempercepat pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Menurut dia, dana tersebut merupakan sisa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang belum dibelanjakan. Ia mencatat bahwa pemerintah daerah kerap menghabiskan anggaran secara masif menjelang akhir tahun.

Kendati, setiap tahun tetap ada sisa anggaran sekitar Rp100 triliun yang tercatat sebagai Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA). Dana SILPA ini umumnya digunakan untuk membayar gaji atau kontrak pada awal tahun berikutnya.

“Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” ujar Purbaya.

Editorial Team