Menurut Deddy, Pertamina sebenarnya memiliki standar prosedur yang mengatur keberadaan kilang dan TBBM miliknya. Tetapi kemudian banyak orang yang menduduki lahan milik Pertamina tersebut tanpa memperdulikan kerentanan batau resiko yang mereka hadapi.
Hingga akhirnya terjadi insiden ledakan besar pada Jumat (3/3/2023) yang menyebabkan 15 orang meninggal dunia.
Jika akhirnya Pertamina diperintahkan untuk merelokasi TBBM milik mereka, menurut Deddy, itu adalah hal yang baik. Tetapi membangun tangki-tangki raksasa di lokasi baru juga membutuhkan waktu yang panjang, bisa lima hingga enam tahun sampai akhirnya bisa pindah total.
Dan dalam rentang waktu itu, bukan tidak mungkin terjadi insiden lagi. Oleh karena itu, Deddy menyarankan agar lokasi-lokasi yang berada dalam area buffer zone ditertibkan untuk mencegah risiko terjadinya hal serupa di masa depan.
“Penertiban di wilayah itu juga diperlukan sebagai upaya penegakan hukum, sebab warga menempati wilayah yang secara hukum merupakan aset negara dalam hal ini Pertamina,” kata Deddy.
Dirinya mengaku khawatir, jika lahan milik negara itu tidak ditertibkan, akan menjadi preseden sehingga akan menyulitkan penertiban di wilayah-wilayah berisiko lainnya.
Karenanya, Deddy menyarankan agar pemerintah pusat, provinsi, dan Pertamina, memikirkan secara serius relokasi dan penataan warga pemukim tanpa hak tersebut.
“Bisa dilakukan dengan menyediakan luasan tertentu di wilayah itu atau membangun rusun/rusunawa yang aman dari bencana,” ujar Deddy.