Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ILustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)
IlAAnustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)

Jakarta, IDN Times - Peraturan Presiden (Perpres) mengenai tata kelola Makan Bergizi Gratis (MBG) disebut oleh Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) sudah diteken oleh Presiden Prabowo Subianto. Namun, hingga kini dokumen tersebut masih menunggu dari Menteri Sekretaris Negara.

Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher, menyambut positif langkah pemerintah itu. Dalam pandangannya, dengan adanya Perpres tersebut akan menjadi dasar penting dalam memperkuat regulasi pelaksanaan program MBG di seluruh Indonesia. Kualitas MBG yang didistribusikan pun diharapkan turut meningkat.

"Kami mendorong agar Perpres ini segera disosialisasikan sehingga pelaksanaan program di daerah memiliki acuan yang jelas dan seragam. Hal ini penting agar tujuan besar pemerintah untuk meningkatkan gizi anak dapat tercapai," ujar Netty di dalam keterangan tertulis, Selasa (28/10/2025).

Ia berharap, di dalam Perpres itu turut memuat ketentuan teknis seperti waktu produksi makanan di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), sehingga mutu kebersihan dan kesegaran makanan akan tetap terjaga.

"Kami memahami setiap daerah memiliki karakteristik dan tantangan berbeda. Karena itu, penting agar pelaksanaan kebijakan nanti memberi ruang adaptasi, agar berjalan efisien dan sesuai kebutuhan di lapangan," kata politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

1. Kesejahteraan petugas dapur harus diperhatikan

Anggota komisi IX DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani. (Dokumentasi Istimewa)

Lebih lanjut, Netty mengingatkan pentingnya kesejahteraan dan keselamatan kerja para petugas di dapur SPPG. Sebab, mereka berperan langsung dalam penyediaan makanan bergizi bagi anak-anak.

"Para petugas dapur adalah garda terdepan penyedia gizi anak-anak kita. Mereka juga perlu mendapatkan dukungan kesehatan kerja dan lingkungan kerja yang aman," katanya.

Ia turut mendorong pemerintah agar memperkuat pendampingan teknis, peningkatan fasilitas, dan pengawasan terpadu dengan melibatkan berbagai pihak seperti BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), dinas kesehatan, BGN hingga masyarakat.

2. BGN wajibkan SPPG masak dengan air galon untuk cegah keracunan

Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang ketika berbincang di Antara Heritage Centre. (IDN Times/Santi Dewi)

Sementara, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang sempat membocorkan isi poin di dalam Perpres Tata Kelola MBG. Salah satunya tiap SPPG wajib menggunakan air galon untuk memasak dan sanitasi. Kebijakan itu dibuat lantaran melihat sejumlah kasus keracunan massal terus berulang di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Hal itu dipicu sanitasi yang buruk.

"Persoalan kita memang dipicu sanitasi yang buruk. Misalnya kejadian di Bandung Barat. Kenapa sih, kok bolak-balik terjadi (keracunan massal) di Bandung Barat? Ternyata berdasarkan hasil laboratorium Kementerian Kesehatan, 72 persen berasal dari air," ujar Nanik ketika berbincang di Jakarta Pusat, Kamis, 23 Oktober 2025.

"Kenapa bisa terjadi (kualitas air buruk)? Karena pembuangan sampah berkumpul di Bandung Barat. Jadi, sanitasi dan air sebagainya (tercemar). Maka, sekarang kami wajibkan (SPPG) untuk memakai air galon sampai mereka dipastikan memiliki fasilitas untuk memfilter air, menggunakan teknologi ultra violet yang dapat menghasilkan kualitas air yang sama dengan air mineral," imbuhnya.

Ia berharap, dengan aturan baru tersebut bisa mengurangi peristiwa keracunan massal. Di acara itu, Nanik juga menyebut setiap SPPG baru memasak makanan untuk Makan Bergizi Gratis (MBG) di atas jam 00.00 WIB. Dengan begitu, makanan yang dimasak bisa tetap terjaga kesegarannya.

"Ini akan dimasukan ke dalam Perpres mengenai tata kelola, bahwa tidak boleh memasak makanan di bawah jam 00.00," tutur dia.

3. SPPG yang melanggar Perpres bisa ditutup

Proses penyajian menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di SPPG Pakri Palembang (IDN Times/Rangga Er

Nanik juga menjelaskan, dengan adanya perpres mengenai tata kelola MBG maka memiliki daya mengikat yang lebih kuat. Bahkan, bila ada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tidak mengikuti tata kelola yang tertulis di dalam perpres, bisa disanksi untuk ditutup.

"Paling enggak (SPPG) bisa diperingatkan atau diskors. Sekarang 112 dapur yang ditutup. Ada beberapa yang memenuhi syarat, dibolehkan kembali beroperasi. Tapi, itu semua dengan syarat harus meneken kontrak atau perjanjian, bila kembali berulang akan ditutup permanen," kata Nanik.

Ia mengatakan, kebijakan itu menandakan BGN mampu bersikap tegas kepada SPPG yang tersebar di seluruh Indonesia. Ketika ditanya berapa jumlah kasus keracunan massal yang sudah terdata, Nanik enggan mengungkapkannya.

Ia mengatakan, pihak yang berwenang menyampaikan angka keracunan akibat MBG adalah Kementerian Kesehatan. Sebab, Kemenkes mendapatkan data langsung dari fasilitas kesehatan.

Editorial Team