Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anggota DPR Dorong Menlu Sugiono Tegaskan Posisi RI ke China soal LCS

Anggota komisi I dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sukamta. (Dokumentasi istimewa)
Intinya sih...
  • Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, memberikan catatan penting untuk Kementerian Luar Negeri yang dipimpin oleh Sugiono terkait isu tumpang tindih klaim di Laut China Selatan.
  • Sukamta mengingatkan Menlu Sugiono soal potensi tumpang tindih di masa depan dengan klaim Negeri Tirai Bambu dan anggaran bagi Kemlu pada 2025 yang dinilai masih kecil.
  • Sukamta menekankan pentingnya Indonesia untuk berpegang teguh pada konstitusi dalam menyikapi konflik Israel-Palestina dan menolak untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, memberikan lima catatan penting untuk Kementerian Luar Negeri yang kini dipimpin oleh Sugiono. Salah satunya menyangkut isu tumpang tindih klaim di Laut China Selatan (LCS). Isu ini menjadi salah satu yang disoroti oleh sejumlah anggota Komisi I DPR ketika menggelar rapat kerja perdana dengan Menteria Luar Negeri Sugiono pada Senin kemarin. 

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengingatkan Menlu Sugiono soal potensi tumpang tindih di masa depan dengan klaim Negeri Tirai Bambu. Sebab, hingga kini China belum pernah mengungkap koordinator konkret yang diklaim sebagai sembilan garis putus-putus. 

"Sementara, Undang-Undang Indonesia juga tidak menyebut China sebagai negara yang berbatasan langsung. Posisi Indonesia harus tegas agar tidak dimanfaatkan oleh pihak lain," ujar Sukamta di dalam keterangan tertulis, Selasa (3/12/2024). 

Di dalam RDP pada Senin kemarin, Sugiono dicecar dengan sejumlah pertanyaan menyangkut pernyataan bersama yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Xi Jinping ketika berada di China pada 9 November 2024 lalu. 

Poin yang dipermasalahkan di dalam pernyataan bersama itu berbunyi 'kedua pihak juga dikatakan telah mencapai kesepahaman penting mengenai pengembangan bersama di wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih.' Pernyataan itu kemudian dianggap sebagai perubahan sikap Indonesia terkait klaim sepihak sembilan garis putus-putus China. 

1. Kemlu diminta merinci konsep middle power

Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri RI (IDN Times/Sonya Michaella)

Poin lainnya yang disampaikan oleh Sukamta yaitu soal konsep middle power yang kerap digaungkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto di dunia internasional. Menurut politikus lulusan doktor dari Inggris itu, konsep middle power yang disebut Prabowo belum jelas secara definisi dan kebijakan yang akan dilakukan.

"Konsep ini perlu dijelaskan lebih rinci. Apakah maksudnya Indonesia memposisikan diri sebagai negara penengah atau mediator konflik global?" tanya Sukamta.

Penekanan peran ini penting untuk memperkuat sentralitas ASEAN dan menjadi jembatan rivalitas negara besar seperti Amerika Serikat dan China.

2. Sukamta soroti anggaran Kemlu di 2025 yang termasuk kecil

Ilustrasi Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri. (IDN Times/Fitang Budhi Aditia)

Poin lain yang disoroti oleh Sukamta yaitu anggaran bagi Kemlu pada 2025 yang dinilai masih kecil yakni Rp8 triliun. Pria yang juga anggota Badan Anggaran itu membandingkan anggaran diplomasi Australia yang mencapai setengah persen dari APBN-nya. 

"Artinya, Indonesia butuh sekitar Rp20 triliun untuk mencapai tingkat yang setara. Harapannya, Kemenlu dapat memperoleh alokasi anggaran yang lebih signifikan, mengingat perhatian Presiden terhadap diplomasi dan politik luar negeri," kata Sukamta. 

3. Indonesia diminta teguh pada konstitusi dalam sikapi konflik Israel-Palestina

Menteri Luar Negeri RI Sugiono. (dok. Kemlu RI)

Poin terakhir dalam catatan Sukamta yaitu menekankan pentingnya Indonesia untuk berpegang teguh pada konstitusi dalam menyikapi konflik Israel-Palestina. Indonesia, kata Sukamta, harus tetap menolak untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Selain itu, Indonesia harus bersikap proaktif membantu perjuangan kemerdekaan Palestina. 

"Bahkan, jika terdapat tawaran seperti Abraham Accords atau model perjanjian lain yang memberikan keuntungan besar kepada Indonesia namun dengan syarat menjalin relasi dengan Israel, ini juga harus ditolak," kata Sukamta. 

Sikap tegas ini sejalan dengan amanah konstitusi dan nilai-nilai kemanusiaan. "Indonesia juga harus memainkan peran lebih besar dalam menjaga perdamaian dunia dan memperjuangkan hak-hak Bangsa Palestina," tutur dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us