Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Patung raksasa GWK Bali yang jadi salah satu ikon wisata Bali (Dok.Pribadi/Natalia Indah)
Patung raksasa GWK Bali yang jadi salah satu ikon wisata Bali (Dok.Pribadi/Natalia Indah)

Intinya sih...

  • Indonesia mencabut kebijakan bebas visa kunjungan wisata saat negara tetangga memberikannya pasca pandemik Covid-19

  • Kebijakan bebas visa diyakini akan memberikan dampak ekonomi besar, meningkatkan jumlah kunjungan wisman secara drastis, dan mendorong belanja wisatawan yang berdampak langsung pada UMKM

  • Evita berharap teknologi digital dapat dimanfaatkan membantu tata kelola kebijakan bebas visa kunjungan ini sehingga lebih mudah, mempercepat pemeriksaan di bandara, dan meminimalkan human error

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mendorong pemerintah memberlakukan bebas visa demi pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi nasional. Kebijakan bebas visa dinilai terbukti meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan secara signifikan serta memperkuat industri pariwisata negara-negara tersebut.

Evita mencontohkan, negara-negara yang telah menerapkan kebijakan serupa seperti Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, Kamboja, Laos, Brunei, hingga Myanmar. Pemberlakuan itu sebagian besar diberikan kepada negara seperti China, India, Rusia, Eropa, dan negara-negara Timur Tengah.

Dia mengatakan, Indonesia justru belum memaksimalkan peluang tersebut, padahal memiliki ratusan destinasi, seperti Bali, Labuan Bajo, Raja Ampat, Mandalika, Danau Toba, Likupang, hingga Borobudur.

"Kita tidak boleh kalah bersaing. Jika negara-negara tetangga sudah membuka visa gratis dan kunjungan mereka meningkat tajam, Indonesia harus melakukan langkah serupa agar tetap kompetitif di ASEAN maupun global," kata dia kepada wartawan, Kamis (20/11/2025).

1. Bandingkan jumlah wisatawan mancanegara Indonesia dan negara tetangga

GWK Bali (IDN Times/Ayu Afria)

Eva mengatakan, Indonesia justru mencabut kebijakan bebas visa kunjungan wisata pada saat negara lain berlomba memberikannya pasca pandemik Covid-19. Hal ini dinilai menjadi salah satu penyebab turunnya wisatawan mancanegara ke Indonesia jika dibandingkan dengan negara tetangga.

Ia mencatat kunjungan ke Malaysia pada delapan bulan pertama 2025 sudah 28 juta dari target 31,4 juta pada 2025. Sementara Thailand sudah mencatatkan 24 juta kunjungan wisatawan asing pada sembilan bulan pertama dari target 33,4 juta kunjungan pada 2025.

Sedangkan Indonesia baru mencatat 11,43 kunjungan wisatawan asing dalam sembilan bulan terakhir dari target 15 juta pada 2025. Jumlah kunjungan itu didominasi destinasi konvensional yakni Bali sekitar 5,3 juta kunjungan.

"Bali memang ramai tapi jangan lupa secara nasional kita melihat destinasi wisata kita itu belum mampu menarik lebih banyak wisman untuk berkunjung, seperti Danau Toba, Batam, Jakarta, Likupang-Manado, Lombok, Makassar, Bangka Belitung, dan lainnya. Ke Manado itu stag saja di 47 ribu padahal kita pernah 130 ribu tahun 2019, begitu juga ke Sumut itu belum banyak bergeser dari angka 240 ribu," katanya.

2. Kebijakan bebas visa diyakini berdampak besar ke ekonomi

Antusias delegasi Menteri ASEAN dalam cultural visit ke GWK Bali sebagai rangkaian kegiatan ASCC 2023. (Dok. Humas Kemenko PMK)

Menurut Evita kebijakan bebas visa akan memberikan dampak ekonomi yang besar, antara lain meningkatkan jumlah kunjungan wisman secara drastis. Hal ini akan mendorong belanja wisatawan yang berdampak langsung pada UMKM, hotel, restoran, transportasi, dan pelaku ekonomi kreatif, memperluas lapangan kerja, menumbuhkan investasi dan konektivitas. udara.

Komisi VII DPR RI menilai kebijakan visa Indonesia masih terlalu restriktif, dan tidak sejalan dengan semangat peningkatan daya saing pariwisata nasional. Namun, ia menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah mengenai lama waktu kunjungan serta negara mana yang jadi prioritas pemberian fasilitas bebas visa kunjungan sementara.

Kendati, ia mengatakan pemerintah perlu mengkaji mana yang berpotensi besar berkontribusi memberikan wisman ke Indonesia, serta tetap memperhatikan aspek keamanan nasional dan pengawasan keimigrasian.

"Apakah dikembalikan seperti sebelumnya diberikan untuk 159 negara atau harus dipilih berdasarkan potensi kunjungan yang lebih besar kita persilakan kepada pemerintah untuk menentukannya," kata dia.

3. Dorong pemerintah maksimalkan teknologi

Potret Pantai Pink Labuan Bajo, NTT (IDN Times/Dewi Suci Rahayu)

Evita berharap teknologi digital dapat dimanfaatkan membantu tata kelola kebijakan bebas visa kunjungan ini sehingga lebih mudah, mempercepat pemeriksaan di bandara, dan meminimalkan human error, mengurangi beban petugas imigrasi dengan tingkat keamanan tinggi.

Di samping itu, pemerintah juga perlu memastikan data penumpang valid sebelum pesawat berangkat atau mencegah penumpang berisiko sebelum tiba, melalui penggunaan teknologi pada sistem pre-arrival registration maupun digital border control, teknologi sistem keamanan digital dan integrasi data dan platform.

"Teknologi digital sekarang memungkinkan untuk mempermudah proses dengan pemeriksaan lebih cepat, mendeteksi potensi risiko, dan memastikan keamanan tetap terjaga tanpa menghambat wisatawan, dan pengambilan kebijakan berbasis data sebagaimana diterapkan di negara-negara lain," ucapnya.

Editorial Team