Ilustrasi pelecehan terhadap perempuan (IDN Times/Sukma Shakti)
Kasus ini bermula ketika seorang ibu melaporkan pelaku dugaan pemerkosaan yang merupakan mantan suaminya alias ayah kandung para korban pada 9 Oktober 2019. Saat itu, si ibu melaporkan pemerkosaan yang dialami ketiga anaknya, semuanya di bawah 10 tahun.
Dikutip laporan Project Multatuli, sang pelaku merupakan aparatur sipil negara di kantor pemerintahan daerah. Setelah laporan masuk, polisi justru menuding si ibu punya motif dendam terhadap suaminya. Ia juga dianggap mengalami gangguan kejiwaan.
Serangan ini diduga dipakai untuk mendelegitimasi laporannya dan segala bukti yang ia kumpulkan sendirian demi mendukung upayanya mencari keadilan.
Project Multatuli diketahui sebagai gerakan jurnalisme nonprofit yang menyajikan laporan mendalam berbasis riset dan data. Usai laporan itu diangkat, situs mereka diretas sehingga berbagai media memuat ulang laporannya sebagai bentuk solidaritas.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak kepolisian membuka kembali proses penyelidikan kasus dugaan pencabulan tiga anak oleh ayah kandungnya itu.
Penasihat hukum korban dari LBH Makassar Rezky Pratiwi mengatakan kasus dugaan pencabulan itu dilayangkan RA, ibu korban, pada 10 Oktober 2019. Namun belakangan penyidik mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Rezky menjelaskan pihaknya pernah mengajukan dokumen sebagai bukti pembanding, saat gelar perkara kasus itu di Polda Sulsel pada Maret 2020. Antara lain hasil asesmen dan visum bahwa korban mengalami tanda kekerasan, tekanan psikologis, hingga perubahan perilaku. Tapi penyidik kepolisian seolah mengabaikan.
"Kami menanggap itu sudah sangat layak untuk dibuka kembali dan dilanjutkan ke tahapan berikutnya," kata dia.